Jumat, 09 Oktober 2009

Macao: Asia Rasa Portugal




Akhirnya kami berangkat menaiki bus menuju The China Ferry Terminal untuk menaiki kapal ferry yang akan menyeberang menuju Macao. Apa yang disebut "terminal ferry" itu ternyata di mata saya lebih tampak seperti bangunan mall kecil yang berpenyejuk udara, dikelilingi pertokoan, dan dilengkapi eskalator. Di sana ramai sekali, banyak terlihat orang-orang yang mengantri, dan beberapa dari mereka saya lihat mengeluarkan paspor Jepang yang bersampul merah.

Sewaktu berbaris akan memasuki kapal ferry, terjadi insiden kecil, seorang wanita di barisan depan tiba-tiba berteriak dan menunjuk-nunjuk laut, si petugas sempat menoleh sejenak lalu dengan tegas kembali menyuruh wanita tersebut melanjutkan langkahnya. Belakangan saya baru tahu kalau dompetnya jatuh tercebur ke laut, apes sekali! Saat memasuki kapal, ada petugas wanita yang berpakaian rapi ala pramugari menyambut dan menyuruh setiap penumpang untuk meletakkan barang bawaan yang berat seperti koper di bagian depan. Tentu saja saya sempat merasa heran dengan aturan itu karena kalau di Indonesia, bisa berisiko dicuri orang. Tetapi karena semua orang melakukannya, akhirnya saya juga meletakkan tas di bagian depan kapal yang memang dikhususkan untuk meletakkan barang-barang, sementara para penumpang duduk di kursi masing-masing.

Perjalanan dari Hong Kong menuju Macao memakan waktu sekitar 2 jam lebih dan saat itu kebetulan kondisi ombak tidak terlalu tenang sehingga jujur saja saya dan sebagian besar penumpang saat itu merasakan sedikit mual. Untuk meredakan efek mual dan pusing, akhirnya saya memutuskan untuk tidur saja.

Akhirnya kapal ferry telah tiba di Macao, kami segera tidak sabar untuk menginjak daratan. Di sana lagi-lagi kami harus mengisi data-data dan melewati pemeriksaan imigrasi. Sekalipun Macao saat ini sudah menjadi bagian dari China, namun sama seperti Hong Kong, di Macao juga diberlakukan Special Administrative Region yang mengizinkan Hong Kong dan Macao mempunyai otoritas mengatur wilayahnya sendiri sepanjang masih tunduk terhadap pemerintah pusat di Beijing. Sebelum bergabung dengan China di tahun 1999, Macao merupakan daerah kekuasaan Portugal sekaligus koloni Eropa di Asia yang terakhir. Karena itu di Macao, Anda akan mudah sekali menemukan jejak-jejak Portugis di setiap sudut kota. Dalam bahasa Mandarin, "Macao" disebut dengan "Aomen" yang artinya adalah "pintu perdagangan".

Apa yang pertama saya rasakan saat pertama kali tiba di Macao? Panas luar biasa! Posisi Macao yang secara geografis lebih selatan dari Hong Kong benar-benar mirip dengan cuaca Indonesia, yaitu 29-30 derajat Celcius. Di sana lagi-lagi kami harus melalui pemeriksaan imigrasi Macao. Sekeluarnya dari pemeriksaan imigrasi, saya melihat sebuah becak! Ya, ternyata Macao masih mempunyai becak tradisional unik yang disebut trishaw. Becak ini berbeda dengan di Indonesia karena pengemudinya mengayuh sepeda di bagian depan. Namun herannya di jalanan, saya tidak melihat trishaw yang berkeliaran.

Karena merasa capek akibat perjalanan yang kurang mulus di kapal ferry, kami cepat-cepat ingin sampai ke hotel yang sudah dipesankan oleh kakak saya. Namun entah bagaimana, Oom saya kesusahan mencari transportasi umum dengan jurusan yang ke daerah tersebut. Alhasil setelah bertanya sana-sini, kami menumpang sebuah minibus hotel lain yang kebetulan lokasinya berdekatan dengan hotel kami, hahaha... Sebenarnya minibus itu disediakan secara gratis untuk mengantar calon tamu-tamu hotel yang akan menginap dari terminal ferry :-P Di tengah-tengah perjalanan, saya sempat terpukau menyaksikan bentuk bangunan yang unik di kejauhan. Samar-samar saya membaca gedung itu bertuliskan, "Grand Lisboa".

Hotel yang kami tempati adalah hotel berbintang satu yang terletak di daerah Rua de Madeira, yaitu East Asia Hotel. Bangunannya terlihat tua namun kamarnya bersih dan cukup nyaman. Karena saat itu sudah sekitar jam 2 siang, kami memutuskan untuk mencari tempat makan. Nah, semula kami merasa bingung mengapa banyak tempat makan yang tutup atau tidak ada orang sama sekali. Ternyata merupakan kebiasaan lama di sana bahwa pada jam-jam segitu, tempat-tempat makan akan tutup sejenak selama 2-3 jam.

Suasana di Macao menarik sekali, menyusuri jalan-jalan sempit yang lebih tenang dibanding Hong Kong, dengan deretan toko-toko lama khas Pecinan yang unik karena memakai nama Mandarin dan Portugis (saya sering menemukan toko "pastelaria" yang ternyata adalah toko kue). Harga-harga makanan disini pun jelas lebih murah dan terasa enak daripada di Hong Kong. Rata-rata hampir semua tulisan di Macao ditulis dengan huruf Mandarin dan Portugis. Baru belakangan saja, ditambahi dengan keterangan dalam bahasa Inggris.

Menjelang senja, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke tengah kota. Hawanya terasa makin sejuk dengan angin sepoi-sepoi. Saya mengamati, trotoar di Macao sungguh eksotik, tidak seperti trotoar biasa yang hanya terbuat dari batu-batu, namun trotoar di Macao terbuat dari kepingan mozaik batu-batu kecil! Pada jarak tertentu, mozaik ini akan membentuk gambar dan melukiskan sesuatu yang berhubungan dengan laut, seperti: udang, cumi-cumi, ikan paus, kapal, dsb. Benar-benar a piece of art! Yang aneh, di jalan-jalan tertentu, tempat menyeberang bagi pejalan kaki tidak dicat seperti zebra-cross, melainkan hanya dua garis yang melintang saja, sehingga sempat membuat saya yang mau menyeberang menjadi tidak yakin ini zebra-cross atau bukan. Saat berjalan-jalan, terlihat pula banyak bangunan-bangunan bergaya kolonial khas Eropa di kanan-kiri yang terawat baik. Terdapat pula toilet-toilet umum dengan nama Portugis, sanitario publico. Sayangnya saya belum sempat melongok ke dalamnya.

Akhirnya saya sampai di sebuah tempat yang ramai, gemerlap, dan lebar (tidak seperti jalanan sempit yang saya lalui sebelumnya). Di daerah itu, menjulang sebuah gedung tinggi yang gemerlap dan ternyata gedung itulah yang sempat membuat saya terpukau sebelumnya dari kejauhan, "Grand Lisboa". Di depannya persis, juga ada sebuah gedung yang dipenuhi gemerlap lampu (namun kalah tinggi) dengan nama "Casino Lisboa". Ternyata kedua gedung tersebut adalah bangunan kasino yang paling terkenal di Macao! Ya, Macao memang dikenal sebagai "Las Vegas-nya Asia". Ayah saya memberitahu bahwa pada zaman dulu, "Casino Lisboa" merupakan satu-satunya kasino paling terkenal di seluruh Macao. Belakangan baru dibangun gedung kasino yang lebih elit lagi tepat di depan Casino Lisboa, yaitu Grand Lisboa tersebut. Di seberang gedung-gedung, terlihat seperti taman kota dengan desain kontemporer yang dikelilingi piramida-piramida kaca (mengingatkan saya pada piramida kaca Louvre yang terkenal itu).

Ternyata Grand Lisboa bebas dimasuki oleh pengunjung, seiring makin derasnya kunjungan turis ke Macao. Memasuki ke dalam, sungguh luar biasa mewahnya interior gedung kasino ini! Ada beberapa pajangan yang rata-rata sangat mewah, seperti gading gajah yang diukir dengan sangat mendetail, ukiran kayu dengan dewa-dewi yang juga sangat mendetail, perahu naga dari emas, dsb. Di lantai dua barulah para pengunjung bisa mencoba bermain poker atau mesin judi pachinko. Kebetulan saat saya di sana, terdapat pertunjukan kabaret gadis-gadis berwajah bule menari-nari ala tarian Flamenco yang doyan sekali mengangkat-angkat rok mereka. Saya mengamati sekeliling, terpampang pula spanduk raksasa yang menuliskan "Adult live show: AV Japan Show" di lantai atas (saya tidak tahu gedung Grand Lisboa sampai berapa tingkat, yang pasti para pengunjung hanya diizinkan naik sampai ke lantai 3 saja).

Tidak terasa, hari sudah menjelang malam dan karena kami berencana hanya tinggal 2 hari saja di Macao, saya bersikeras untuk mampir ke ikon Macao yang paling populer, Ruins of St. Paul's! Akhirnya Oom saya menanyakan arah ke Katedral St. Paul kepada petugas di Grand Lisboa. Wah, ternyata dia menjawab dengan cukup antusias, bahkan terkesan bangga menjelaskan arah-arah yang harus diambil menuju Katedral St. Paul dengan bahasa Kong Hu-nya. Cukup mengejutkan mengingat di China, orang-orang biasanya berkata-kata dengan nada ketus dan ekspresi jutek yang terkesan sangat kasar bagi orang Indonesia.

Sepulang dari Grand Lisboa, ternyata langit gerimis rintik-rintik. Untungnya berjalan kaki di trotoar Macao sangat nyaman dan aman. Selain disisi yang menghadap ke jalan diberi pagar (sehingga tidak ada kendaraan yang bisa nyelonong ke trotoar sekaligus menghalangi pejalan kaki menyeberang jalan sembarangan), trotoar di sana selalu menyambung dengan bangunan di sebelahnya dan bangunan tersebut pasti beratap, sehingga pejalan kaki yang melintasi trotoar tidak akan basah kehujanan. Bandingkan dengan trotoar-trotoar di Indonesia, sudah sempit, penuh lubang, basah kalau hujan, masih diserobot parkir liar dan warung-warung PKL pula.

Kami menyusuri jalan-jalan sempit yang berakhir di Senado Square. Benar-benar merupakan perpaduan unik, bayangkan saja, di jalanan ala citywalk dengan jalan berbatu-batu kerikil khas Eropa, di kanan-kiri Anda bisa menemukan pertokoan modern seperti Giordano yang bersebelahan dengan Starbucks dan berjarak beberapa meter dari gedung-gedung kuno (terdapat museum Largo de S. Domingos - Treasure of Sacred Art yang bangunannya mencolok karena terlihat kuno dan dicat kuning). Akhirnya saya sampai di jalanan menuju Ruins of St. Paul's. Di kejauhan sana, terlihat Katedral St. Paul yang berdiri gagah. Sayang karena hari sudah malam (sudah terlihat sepi) dan ayah saya sudah capek, akhirnya saya hanya bisa memandangi dari kejauhan dan berfoto-foto saja. Untuk mendekati Katedral tersebut, kita harus menaiki anak tangga karena Katedral St. Paul terletak di atas dataran yang lebih tinggi. Di dekat saya berfoto-foto, terdapat patung yang menarik, yaitu patung wanita yang memberikan sesuatu (seperti bunga) kepada pria dan di atas patung wanita tersebut, ada patung burung bangau, meskipun saya belum mendapatkan penjelasan mengenai konsep dan maksud patung ini dibuat.

Reruntuhan Katedral St. Paul sebenarnya merupakan Katedral Katolik Roma yang dibangun dari tahun 1582-1602 dan mengalami kebakaran hebat di tahun 1835 sehingga hanya menyisakan tembok bagian depan katedral saja (facade). Dalam bahasa Mandarin, Ruins of St. Paul's ini disebut "Ta Ba Shan" yang artinya kalau saya duga adalah "Gunung Paul Besar" :-)

Keesokan paginya, kami bermaksud sarapan di daerah Senado Square kemarin. Di sana saya merasa cukup heran melihat para manula berbaris antri untuk mendapatkan koran. Saya menduga para manula di Macao kalau pagi dijatah koran gratis atau mungkin bisa mendapatkan hanya dengan setengah harga sehingga rela antri panjang seperti itu. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, and guess what? 90% pertokoan di sana masih tutup dan orang-orang seolah terlihat masih menikmati segarnya pagi. Sangat kontras sekali dengan Jakarta yang jam 6 pagi saja, jalanan sudah riuh ramai, penuh sesak dengan kendaraan yang berangkat kerja disertai perang klakson.

Menjelang siang, kami segera check-out dari hotel dan menaiki bus yang akan berangkat menuju Zhuhai, perbatasan antara Macao dengan Mainland China. Oya, saat di Macao, saya masih menjumpai beberapa perempuan dengan wajah Melayu yang berlogat Jawa medok. Ternyata Macao menjadi salah satu tempat destinasi favorit bagi para TKW. Overall, Macao memang kota yang menarik, santai, namun lama-lama membosankan...

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Aslamalikum warahmatullahi wabarakatu

ini kisah nyata saya . . . .

perkenalkan nama saya ibu diana saya berasal dari kota yogyakarta saya bekerja sebagai seorang karyawan di salah satu perusaan Yogyakarta.dimana saya sudah hamper kurang lebih tiga tahun lamanya saya bekerja di perusaan itu.

Keinginan saya dan impian saya yang paling tinggi adalah ingin mempunyai sebuah kendaraan roda empat atau sebuah mobil pribadi sendiri,namun jika hanya mengandalkan gaji yah mungkin butuh waktu yang sangat lama dimana belum biaya kontrakan dan utan yang menumpuk justru akan semakin sulit dan semakin lama impian itu tidak akan terwujud

saya coba" buka internet dan saya lihat postingan orang yg sukses di bantu oleh seorang aki dari sana saya coba menghubungi aki awalnya saya sms terus saya di suruh telpon balik disitulah awal kesuksesan saya.jika anda ingin mendapat jalan yang mudah untuk membayar hutang lewat sebuah jalan pesugihan putih lewat bantuan seseorang dari gunung kidul dan akhirnya saya pun mencoba menghubungi beliyau dengan maksut yang sama untuk impian saya dan membayar hutang hutang saya.puji syukur kepada tuhan yang maha esa melalui bantuan aki romo dukun super natural dari gunung kidul membantu saya lewat dana gaib langsung masuk rekening saya 1 milyar

Saya mau mengucapkan banyak terimah kasih kepada ki romo atas bantuannya untuk mencapai impian saya sekarang ini dan sya sudah punya kendaraan beroda 4 yaitu hrv

Dan jika anda ingin bantuan seorang dukun super natural untuk mendapatkan dana gaib yang di jamin sukses silahkan anda hubungi ki romo di nomor telepon 085-218-653-567 terimah kasih atas bantuannya