Rabu, 30 September 2009

Journey to The East part 5 (HK-Macao-Zhuhai-Shenzhen)


Di liburan Lebaran tahun ini, kembali saya berkesempatan mengunjungi tempat-tempat di Asia Timur. Bila tahun lalu, saya mengunjungi Hong Kong dan Shenzhen sendirian, kali ini saya berpergian ke empat tempat sekaligus bersama keluarga dari Hong Kong-Macao-Zhuhai-Shenzhen.

Kami sekeluarga berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, pada hari Sabtu subuh tanggal 19 September 2009, mengejar pesawat Cathay Pacific yang berangkat pada pukul setengah 8 pagi. Sesampainya di airport sekitar jam setengah 6 pagi, ternyata di bandara sudah ramai dengan orang-orang. Rupanya banyak pula orang-orang Indonesia yang ingin memanfaatkan liburan panjang Lebaran dengan berwisata ke luar negeri.

Penerbangan dari Jakarta ke Hong Kong memakan waktu sekitar 4,5 jam. Jadi kami dijadwalkan akan tiba di Hong Kong pada siang hari. Pesawat yang saya naiki kali ini berukuran lebih besar dari pesawat yang saya naiki tahun lalu, China Airlines. Pelayanan yang diberikan juga relatif lebih mengesankan, dengan mempertimbangkan reputasi dan nama besar Cathay Pacific. Di dalam pesawat, para penumpang bisa menonton beberapa film pilihan dari video passanger, dan saya memilih untuk bernostalgia menikmati salah satu film kartun klasik dari Walt Disney, "The Jungle Book" :-)

Film animasi yang diadaptasi dari novel Rudyard Kipling ini sebenarnya sangat menarik dan filosofis. Mengisahkan sebuah usaha pencarian jati diri Mowgli yang dibesarkan di hutan India dalam asuhan Baloo, Si Beruang dan lindungan Bagheera, Sang Macan Kumbang. Ia berjuang melawan rasa takutnya saat menghadapi Shere Khan, Sang Harimau Bengal yang Lalim, dengan akal manusianya. Pada akhirnya ia tidak bisa mengingkari identitasnya sebagai manusia saat ia melihat seorang gadis cantik yang berjalan mengambil air di sungai.

Akhirnya sekitar jam 12 siang, pesawat yang kami tumpangi mendarat di Hong Kong International Airport. Saat turun, langsung terlihat beberapa petugas bermasker membagikan brosur-brosur mengenai bagaimana mencegah penyakit Flu Babi. Wabah Flu Babi atau yang disebut juga dengan Human Swine Influenza (H1N1) adalah penyakit yang jauh lebih mematikan dari pendahulunya, Flu Burung. Walaupun Hong Kong dikenal sebagai kawasan yang maju dan modern, tetapi reputasi Hong Kong di dunia kesehatan tidak begitu bagus. Di tahun 1997, wabah Flu Burung berawal dari Hong Kong dan menyebar ke seluruh dunia. Begitu pula virus Flu Babi juga sempat menjangkiti beberapa orang di Hong Kong, bahkan pernah menewaskan 3 anak-anak yang langsung mengakibatkan sebuah TK di Hong Kong diliburkan selama seminggu penuh. Untuk menunjukkan keseriusan itu, bahkan drinking fountain yang ada di bandara pun disegel lalu ditempel pengumuman bahwa penyegelan itu dilakukan untuk meminimalisir penyebaran virus Flu Babi.

Yang hebat, sebelum mencapai area pemeriksaan imigrasi dan pengambilan bagasi, penumpang diarahkan untuk menaiki sebuah kereta bermodel MRT kecil yang menurut pengumuman akan datang setiap 2 menit. Kereta ini dinamakan Automated People Movers yang bahkan tidak memerlukan seorang masinis! Saya ingat betul tahun lalu transportasi ini belum ada dan hanya dalam selang setahun, Hong Kong sudah berbenah secepat itu, sementara saya mengingat-ingat dalam setahun pula apa yang sudah dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.

Selepas dari pemeriksaan imigrasi dan pengambilan bagasi, kami sekeluarga dijemput oleh saudara ayah yang berdomisili di Hong Kong. Karena masih bulan September, cuaca di Hong Kong masih panas, dengan suhu rata-rata 28 derajat Celcius. Disana kami diajak menaiki double decker bus yang khusus berangkat dari airport menuju kawasan kota. Perjalanan menuju kawasan kota memakan waktu cukup lama karena bandara Hong Kong dibangun di pulau terpisah sehingga harus melewati Tsing Ma Bridge yang megah dan sekilas seperti Golden Gate di San Fransisco.

Hotel yang kami tuju terletak di Mong Kok, daerah Kowloon. Jangan membayangkan suasana hotel yang seperti di Indonesia, karena hotel ini ternyata terletak di daerah downtown, Argyle Street. Mengingat lahan di Hong Kong sudah begitu terbatas, maka hotel yang kami tempati ini sangat unik, mirip dengan flat apartment yang biasanya kita saksikan di film-film Hong Kong. Jadi di dinding pintu masuk, terdapat banyak kotak-kotak laci kecil dengan banyak nomor (belakangan saya baru tahu kalau ternyata itu adalah kotak pos. Jadi pengirim tinggal menyisipkan amplop surat ke dalam kotak pos sesuai nomor kamar). Di depannya ada seorang security yang menjaga pintu lift. Ternyata bangunan ini punya ketinggian sampai 16 lantai! Anehnya ternyata bangunan ini bukan sebuah hotel saja, tetapi ada beberapa hotel, mungkin mereka menyewa bangunan yang sama dalam jangka waktu panjang. Kamar yang saya tempati boleh dibilang cukup sempit meskipun terlihat bersih dan lengkap, yah memang beginilah tipikal rumah-rumah di Hong Kong, kata Oom saya (kecuali Anda adalah seorang konglomerat yang mampu tinggal di kondominium mewah).

Setelah selesai menaruh barang, kami diajak keluar untuk makan siang sembari menikmati Mong Kok. Secara umum, kondisi jalan di Hong Kong sempit-sempit, tidak selebar Jakarta, tapi sangat jarang macet (kecuali kalau rush hour). Pejalan kaki pun bebas melenggang di trotoar yang lebar dan nyaman. Bandingkan dengan di Indonesia, sudah trotoarnya sempit, tidak rata, kadang-kadang berlubang, masih dijajah oleh warung-warung atau rombong PKL dadakan. Belum lagi tiba-tiba motor bisa nyelonong jalan di atas trotoar atau bahkan dijadikan lahan parkir bagi mobil-mobil. Menyeberang jalan pun sangat aman di Hong Kong karena untuk menyeberang, disediakan lampu indikator yang akan menyala hijau dan terus membunyikan dering (untuk memberitahu tuna rungu yang akan menyeberang). Para pejalan kaki disana pun sangat tertib, kalau lampu indikator masih merah, mereka tidak akan menyeberang. Okelah, mungkin ada 1-2 orang yang tetap menerobos, namun untungnya pemakai kendaraan di jalan pun sangat menghormati pejalan kaki. Tidak ada sebuah kendaraan pun yang malah menambah kecepatan bila ada pejalan kaki yang ingin menyeberang. Saya bahkan nyaris tidak pernah mendengar suara klakson selama di Hong Kong.

Di pinggir-pinggir jalan, tampak ornamen-ornamen merah berhiaskan angka "60" besar-besar. Ternyata hiasan itu dipajang untuk kelak memperingati 60 tahun berdirinya Republik Rakyat China dari tahun 1949 pada tanggal 1 Oktober. Yang lucu, sepanjang perjalanan, saya sangat mudah menemukan beberapa wajah yang familiar, Indonesian look. Kalau saya perhatikan, ternyata mereka bercakap-cakap dengan bahasa Jawa Timuran yang medok. Ya, mereka memang adalah TKW pembantu rumah tangga yang bekerja di HK. Dandanan mereka macam-macam, mulai dari yang masih alim berjilbab, sporty mengenakan T-shirt, jeans, dan sepatu kets, hingga yang lebay, seperti memakai tank-top, hotpants, sepatu boot, rambut jabrik lepek ala Harajuku alay, rambut di-rebonding, dikeriting, disemir, hidung ditindik, but still they can't deny that their face is "njawani".

Kisah-kisah menarik mengenai HK akan ada di posting terakhir sebab saya sekeluarga memang baru menjelajahi HK di hari-hari terakhir. Kami memang singgah sebentar di HK pada 2 hari pertama untuk mempersiapkan diri mengunjungi Macao!

Tidak ada komentar: