Sabtu, 04 Oktober 2008

Journey to The East (part 4 HK-Shenzhen)



Pada liburan lebaran selama seminggu kali ini, saya kembali berkesempatan untuk berpergian ke luar negeri. Kali ini benar-benar perjalanan yang istimewa, because this is my first trip to abroad, ALONE! Memang sih bukan berarti sama sekali sendirian seperti perjalanan para turis nekad 'backpacker', saya masih mengambil paket tur. Namun tetap saja kali ini semuanya terasa lebih challenging dan bebas, tentunya.

Semula saya tertarik dengan paket wisata ke Thailand, dengan eksotisme magis yang dimiliki Bangkok. Imajinasi saya sudah melayang menembus belantara Patpong yang menggoda, pesona Pattaya yang menggelora, dan Phuket yang menawan. Bahkan kecantikan perempuan-perempuan Thai yang unik yang konon merupakan campuran Asia Tenggara dan Asia Timur (pengecualian untuk para banci Thailand yang juga cantik), cukup ampuh menarik minat saya dari dahulu ;-) Tarif yang relatif murah serta jarak yang tidak terlalu jauh dari Indonesia juga menjadi nilai plus bagi saya. Sayang beribu sayang, kondisi sosial-politik Thailand saat itu sedang memanas dan sangat tidak stabil. Hampir tiap hari, ribuan orang turun ke jalan menuntut Perdana Menteri Samak Sundravej untuk mundur. Aksi People's Power ini dari hari ke hari makin membesar hingga puncaknya mereka sempat memboikot Bandara Phuket dan Kantor Perdana Menteri di Bangkok. Dapat dipastikan jaringan turisme di Thailand saat itu terganggu. Pada perkembangan selanjutnya, Samak Sundravej akhirnya dipecat oleh Mahkamah Konstitusi Thailand, dengan alasan yang konyol, karena menjadi host dalam acara memasak komersial di televisi!

Akhirnya dengan berat hati, pilihan saya alihkan ke paket tur Hong Kong-Shenzhen. Jujur buat saya, dari dua tujuan wisata ini, hanya Hong Kong yang menarik minat saya. Bekas koloni Inggris yang diserahkan kepada China di tahun 1997 ini lebih mempunyai nilai sejarah dan daya tarik dibanding Shenzhen. Sejarah lahirnya Hong Kong bermula dari Perang Candu (1839-1842) dimana Inggris melihat peluang besar dari perdagangan opium di China. Silau akan pundi-pundi uang yang kelak mengalir, Inggris memasukkan opium secara ilegal dari India ke Guangzhou. Selain ilegal, opium yang melimpah ini juga menyebabkan banyak rakyat Guangzhou menjadi pemalas dan pecandu. China pun gusar dan membakar gudang-gudang opium di Guangzhou. Sebaliknya Inggris pun berang dan berbalik mengobarkan perang kepada China! Karena persenjataan Inggris yang lebih baik, China mengalami kekalahan dan harus tunduk menandatangani Perjanjian Nanking (the Treaty of Nanking). Salah satu isi perjanjian itu adalah meminjamkan Hong Kong kepada Inggris selama 155 tahun hingga 1 Juli 1997 kelak.

Hong Kong pernah dikenal sebagai kawasan termaju di Asia Pasifik (selain Jepang, Korsel, dan Singapura tentunya). Tidak hanya untuk urusan bisnis, industri perfilman Hong Kong pun sangat terkenal dan mampu bersaing dengan perfilman Hollywood. Warga Hong Kong terlanjur larut lama dalam kenyamanan kapitalisme di bawah belaian Pemerintah Inggris, sehingga sangat wajar di saat mendekati tahun 1997, mayoritas warga Hong Kong bereaksi resah! Untuk mengambil simpati Hong Kong, Pemerintah China menawarkan otonomi pemerintahan khusus (Special Administrative Region) yang dikenal dengan istilah, "satu negara dua sistem". Kombinasi antara 150 tahun pengaruh kolonial Inggris dan 5000 tahun tradisi China kuno menjadikan Hong Kong begitu unik. Pada akhirnya justru kehebatan Hong Kong mampu disusul China yang terus melesat. Sementara selama ini, dibandingkan Hong Kong yang sudah sangat mendunia, Shenzhen hanya saya kenal melalui objek wisata miniatur-miniatur keajaiban dunianya saja.

Pada pagi hari jam 06.15, akhirnya dengan pesawat China Airlines, rombongan tur kami berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Hong Kong. Pesawat maskapai ini boleh dibilang sudah modern, karena memasang video passanger di masing-masing seat, dengan fitur yang sangat lengkap! Ada fasilitas musik, film-film terbaru, games, bahkan fasilitas iXplorer.

Perjalanan selama 4,5 jam jelas sangat membosankan bila hanya mendengarkan musik, karena itu saya mencoba menonton "The Happening", film thriller karya M. Shyamalan. Ide ceritanya sangat menarik, namun eksekusi filmnya terlihat berantakan. Kecewa dengan ekspektasi yang terlanjur tinggi, saya memilih film lain yang sudah terlihat 'ancur' sekalian, "You Don't Mess with the Zohan", yang dibintangi Adam Sandler. Film ini sangat kocak dan penuh dengan humor-humor seks yang vulgar (saya jadi membayangkan duet Borat-Zohan dalam satu film). Sementara fasilitas iXplorer ini sangat istimewa, karena mengizinkan penumpang untuk dapat melihat situasi di luar pesawat melalui video kamera eksternal. Visualnya ada dua macam, yaitu visual ke depan (dari hidung pesawat) dan visual ke bawah (dari badan pesawat).

Sesampainya di Hong Kong, pesawat mendarat di Bandara Internasional Chek Lap Kok sekitar jam 11 lebih. Bandara ini sungguh luar biasa karena dibangun di sebuah pulau artifisial hasil reklamasi yang dinamai Pulau Chek Lap Kok. Interior bandara ini tersusun atas jutaan kaca, sehingga pada siang hari, suasananya sangat terang. Saat ini, nama 'Bandara Chek Lap Kok' tidak lagi digunakan, dan diganti dengan nama 'Hong Kong Internasional Airport'. Di sini kami disambut oleh tour guide lokal Hong Kong yang cukup informatif tetapi sayangnya terlihat kaku. Langsung tanpa basa-basi kami menaiki bus untuk melanjutkan perjalanan ke Shenzhen selama kurang lebih 2 jam.

Perjalanan ini melintasi tol yang lebar dan lenggang (seperti jalan tol Jakarta-Bandung) dan Shenzhen Bay Bridge. Di tengah perjalanan, saya melihat banyak sekali Toyota Alphard dan Toyota Previa berlalu-lalang. Memasuki perbatasan antara Hong Kong dengan China, kami turun ke kantor imigrasi Hong Kong untuk menjalani pemeriksaan dokumen. Di sini kantornya terlihat agak kumuh, berbeda dengan image bandara Hong Kong yang megah (mungkin karena berada di perbatasan). Lepas dari kantor imigrasi Hong Kong, sekitar 15 menit, kami menjalani pemeriksaan lagi di Huanggang Port Entry Concourse, kantor imigrasi China (karena Shenzhen berada di bawah otoritas China). Di sini, pemeriksaan berjalan lebih ketat, dan kami disambut seorang tour guide lokal China yang lebih informatif dan ramah. Bahkan kemampuannya berbahasa Inggris saya nilai malah lebih baik daripada tour guide Hong Kong sendiri! Sudah menjadi rahasia umum bila orang China memang rata-rata kurang menguasai bahasa Inggris.

Kami akan segera memasuki Shenzhen, kota di Mainland China yang langsung berbatasan dengan wilayah Hong Kong. Mmm... apakah kali ini opini pertama saya mengenai Shenzhen ini benar? Bahwa Shenzhen tidak terlalu worthy untuk dikunjungi...?

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah, enaknya liburan jalan2, jangan lupa oleh2nya yah! hehe...
Ditunggu posting berikutnya :-)

Irvan Prayogo mengatakan...

ongkos brp tu Bet ke HK-nya?
ajak donk kapan2 :D
itu yg quote "you're not in school, copying is allowed" ambil dri Final ISM ya? uda blajar donk brarti

Anonim mengatakan...

Wedew, enak bener jalan2 nya! Bikin ngiri aja hahaha..

Btw dulu ada temen yang kuliah di Shenzhen kalau gak salah. Hmmm.. aku jadi kepengen jalan2 n melihat dunia luar. Di jakarta terus sumpek!

Kapan ya ada waktu jalan2??

Robert Ravenheart mengatakan...

Thx, Jessie, Irvan, Se7en, for all of your comments, luv it!

Ya kebetulan aja ada sedikit rezeki dan waktu untuk jalan-jalan :-)

Kalo mau liburan panjang di Indonesia, paling ideal pas libur Lebaran, bisa dapet 7-10 hari. Tapi kalo kamu merayakan Lebaran dengan keluarga besar, ya liburannya digeser pas libur Natal-tahun baru saja. Atau mungkin minta cuti dari kantor, bila memungkinkan :-)