Rabu, 09 April 2008

Evolution vs Creation


Logo di atas adalah logo evolusionisme yang merupakan penghormatan terhadap Darwin. Bentuk ikan berkaki berarti seekor ikan yang berevolusi memunculkan kaki sehingga mampu mengekspansi daratan, sebuah keyakinan umum dalam teori evolusi. Sebelahnya merupakan parodi dari logo Darwin's Fish. Digambarkan seekor dinosaurus menyelubungi logo Darwin's Fish dengan tulisan 'TRUTH'. Hal ini terinspirasi dari temuan kontroversial mengenai jejak dinosaurus yang berdampingan dengan jejak kaki manusia di Sungai Paluxy, Texas. Meskipun hal ini tidak bisa dipastikan otentik tetapi mungkin saja benar, dan para kreasionis mengolok-olok evolusionis yang mengatakan bahwa dinosaurus telah punah sekitar 650 juta tahun lalu, sebelum manusia pertama muncul!

Saya yakin Anda pasti sering menemukan polemik perdebatan antara teori evolusi dengan teori penciptaan (creation) yang didukung agama. Bagi sebagian orang, evolusionisme adalah hal yang konyol karena mencoba meniadakan peran Tuhan dalam mencipta dunia. Tetapi bagi sebagian orang yang lain, kreasionisme juga dipandang konyol karena tidak ilmiah dan mencoba menghalangi tiap langkah sains dalam mengungkap peradaban manusia. Secara gampang, evolusi menganggap ikan memunculkan sirip dan insang karena tinggal di air, sementara penciptaan menganggap karena ikan diciptakan dengan sirip dan insang, ia ditempatkan di air.

Menurut Wikipedia (2008), evolusi adalah proses perubahan dalam jangka waktu tertentu. Contoh populer dari teori ini adalah jerapah yang tadinya berleher pendek, memanjangkan lehernya karena pohon-pohon yang menjadi makanannya terus meninggi. Teori evolusi pasti lazim kita temui karena diajarkan di sekolah, buku-buku, bahkan ada di film-film Hollywood. Evolusi memang tidak bisa dipisahkan dari Charles Darwin, ilmuwan biologi paling dikenal sepanjang masa. Ia mengungkapkan teori ini melalui bukunya, "The Origin of Species" (1859), setelah meneliti variasi spesies di Kepulauan Galapagos. Darwin berteori bahwa evolusi terjadi karena seleksi alam. Yang beradaptasi terus hidup, yang gagal mati (survival of the fittest). Belakangan biologi modern juga mengungkap bahwa mutasi gen dapat menyebabkan evolusi. Meskipun begitu, sebelum Darwin, sudah ada beberapa ilmuwan yang menerangkan ide yang sama. Tercatat Anaximander, filsuf Yunani Kuno, menduga manusia berasal dari ikan. Aristoteles sendiri berteori bahwa alam tersusun atas deretan tangga dimana paling bawah merupakan materi, lalu tingkat berikutnya adalah tumbuhan, hewan primitif, ikan, reptil, burung, mamalia, manusia, dan paling atas adalah dewa. Erasmus, kakek Charles Darwin juga pernah mengungkapkan ide bahwa cacing adalah nenek moyang mahluk hidup. Jean Baptiste de Lamarck juga menelurkan teori evolusi leher jerapah sebelum Darwin. Bahkan Alfred Wallace sempat berkonsultasi pada Darwin tentang idenya seleksi alam membentuk spesies, sebelum buku pertama Darwin diterbitkan. Tetapi saat itu evolusionisme masih belum diterima penuh sebagai pandangan yang lazim, bahkan oleh komunitas sains.

Titik balik kemenangan evolusionisme (bahkan sampai hari ini) dimulai dari perdebatan di Oxford pada tahun 1860 oleh British Association for the Advancement of Science. Thomas Huxley yang mewakili pandangan evolusi Darwin mampu meyakinkan audiens lebih baik daripada lawannya, Uskup Wilberforce yang mewakili kreasionisme. Sejak itulah komunitas sains secara kompak terang-terangan antusias mendukung teori ini. Berbagai penemuan fosil terus dikembangkan hingga di tahun 1891, Eugene Dubois menemukan tulang Pithecantropus erectus di Jawa, yang dianggap sebagai missing link antara manusia dan 'manusia kera'. Terus diperdebatkan akhirnya P. erectus diakui sebagai manusia seutuhnya dengan diganti namanya menjadi Homo erectus.

Darwin sendiri tidak pernah menyebut manusia berasal dari kera. Ia hanya mengungkapkan bahwa manusia dan kera berasal dari nenek moyang yang sama, primata primitif. Bahkan semua mahluk hidup diduga berasal dari 1 sel yang sama (common ancestor) bermilyar-milyar tahun lalu. Sebuah sel tunggal menjadi multisel, lalu menjadi amoeba - serangga - ikan - amfibi - reptil - mamalia - primata, dan manusia. Evolusi sel itu tidak berdasar pada satu garis lurus tetapi bercabang-cabang seperti pohon. Yang kontroversial adalah teori kehidupan pertama yang diajukan Gunter Wachtershauser di tahun 1988, bermula dari reaksi kimia yang terikat pada permukaan kristal dalam air garam yang mendidih di lautan! Zat-zat kimia itu lalu memperbanyak diri hingga membentuk kumpulan sel dan suatu saat satu sel yang beruntung menemukan klorofil. Saat terkena sinar matahari, mereka mendapat makanan pertama; CO2 dan air. Sama sekali tidak disinggung peran Tuhan! Tetapi bila benar bakteri ditemukan di planet lain, mungkin teori itu bisa saja benar.

Menurut film dokumenter BBC "Horizon: Missing Link" (2006), hampir semua mahluk adalah tetrapoda (berkaki 4). Fakta bahwa semua mahluk berstruktur sama (tulang punggung, kaki 4, jari 5) mengasumsikan bahwa semua spesies berasal dari mahluk yang sama. Untuk membuktikan itu para evolusionis menganggap hanya membutuhkan 2 fosil; tetrapoda pertama dan ikan yang menumbuhkan kaki. Para ilmuwan menemukan ikan purba Lobefin dari zaman Devonian yang mempunyai struktur tulang di siripnya. Lobefin eusthenopteron memiliki tulang kaki kecuali kaki dan jari. Diajukan suatu teori di Devonian yang terik, banyak kolam air yang mengering dan ikan-ikan terjebak di genangan. Untuk bertahan hidup, mereka harus bergerak ke tempat lain dengan menggunakan sirip seperti ikan rawa. Mereka akhirnya berevolusi memunculkan kaki dan jari. Di tahun 1930-an, Erik Jarvik dan timnya di Greenland menemukan fosil Ichtyostega yang diklaim sebagai tetrapoda pertama yang legendaris karena muncul di ilustrasi hampir semua buku-buku Biologi sebagai nenek moyangnya mahluk darat. Sekilas semuanya telah menjadi jelas. Tetapi antara Eusthenopteron dan Ichtyostega masih terlalu berbeda, Eusthenopteron tetaplah seekor ikan meski mempunyai tulang kaki primitif dan Ichtyostega tidak hanya telah mempunyai jari dan kaki, tetapi juga tulang rusuk dan panggul yang menempel pada tulang belakang. Mereka butuh sebuah fosil transisi antara 2 mahluk ini, separuh ikan-separuh tetrapoda. Transisi dianggap terjadi dalam evolusi karena perubahan lingkungan yang drastis. Masalahnya fosil transisi sangat amat langka karena mereka diduga hanya berjumlah sedikit dan hidup pendek akibat kalah bersaing dengan keturunannya. Hampir seratus tahun Paleontologi berkembang, hanya satu fosil transisi yang diakui secara kredibel; Archaeopteryx, transisi antara dinosaurus dan burung. Langkanya fosil transisi inilah yang dijadikan tameng kreasionis untuk meledek evolusionis.

Di tahun 1938 di Afrika Selatan, paleontologi geger! Marjorie Courtenay-Latimer membawa bangkai ikan purba, Coelacanth yang diduga telah punah 76 juta tahun lalu. Coelacanth dianggap merupakan perkembangan dari Eusthenopteron. Dr. J.L.B. Smith memeriksa bangkai itu dan mengungkapkan bahwa itu benarlah transisi antara ikan dan tetrapoda. Smith bahkan menduga Coelacanth berjalan di dasar laut! 13 tahun kemudian, Smith berhasil menemukan seekor hidup-hidup dan ternyata Coelacanth berenang layaknya ikan biasa. Satu lagi pukulan telak dari kreasionis setelah fakta bahwa Coelacanth yang dianggap punah ternyata masih hidup. Ikan purba ini bahkan pernah ditemukan di perairan Sulawesi di tahun 1999. Sebagai informasi tambahan yang terpisah, di National Geographic Indonesia, pernah dimuat berita mengenai hiu epaulette yang dalam kondisi normalnya ternyata berjalan di dasar laut! Hiu itu mendorong tubuhnya dengan siripnya yang berotot untuk bergerak maju. Namun bila merasa takut, ia akan berenang menggunakan siripnya.

Pada tahun 1987, Jenny Clark dan muridnya, Per Ahlberg berangkat ke Greenland dengan misi menemukan fosil transisi. Mereka gagal tetapi menemukan fosil yang sama langkanya, fosil tetrapoda lain sepupu Ichtyostega, yaitu Acanthostega. Kedua fosil itu mengindikasikan bahwa mereka berkembang dari mahluk yang sama. Anehnya, Acanthostega punya 8 jari! Hal ini meruntuhkan mitos semua tetrapoda punya 5 jari. Jika asumsi dasar sains selama 100 tahun salah, apa lagi yang juga salah? Kreasionis terus menyoraki setiap kekeliruan evolusionis. Sekarang ilmuwan menduga bahwa mahluk pertama yang berkaki pastilah mempunyai banyak jari awalnya lalu menguranginya secara bertahap hingga menjadi 5. Kaki pada Acanthostega ternyata tidak sesuai untuk berjalan di darat karena tidak punya pergelangan kaki, lagipula ia bernafas dengan insang. Melihat ini, Clark lantas meneliti kembali Ichtyostega, anak-emas Jarvik. Ternyata jarinya 7 dan juga tidak ada pergelangan kaki! Tidak ada yang tahu mengapa Jarvik tidak mengabarkan ini pada dunia sebelumnya. Asumsi sebelumnya bahwa ikan mengembangkan kaki menjadi tetrapoda di darat berubah kepada ikan yang mengembangkan kaki menjadi tetrapoda saat masih di dalam air. Tetapi untuk apakah kaki di dalam air?

Ted Daeschler, paleontolog Amerika di tahun 1993, mengungkap fakta baru. Ternyata zaman Devonian bukanlah gersang dan tandus, tetapi subur seperti hutan tropis! Kekeliruan evolusionis terus bertambah dan senyuman kreasionis makin lebar. Bumi mungkin pernah tandus tetapi era akhir Devonian sangat basah. Para ilmuwan berasumsi pastilah banyak sungai dan karenanya muncul rawa-rawa, setengah darat-setengah air, tempat tepat untuk kaki tetrapoda! Mereka menggunakannya untuk setengah berenang-setengah berjalan di ekosistem yang baru itu layaknya salamander. Kaki itu juga dapat digunakan untuk lari dari predator ke daerah rawa. Di tempat yang sama, Daeschler dan timnya menemukan fosil ikan Lobefin predator berukuran raksasa, Hyneria. Satu jawaban didapat tetapi fosil transisi ikan-tetrapoda tetap lenyap.

Evolusionis akhirnya membalas dengan satu serangan telak yang tak diduga-duga, Per Ahlberg kebetulan menemukan fosil unik di museum tua di Latvia. Fosil potongan rahang (jawbone) itu dinamainya Livoniana. Untuk membuktikan bahwa Livoniana adalah transisi antara ikan dan tetrapoda, ia melakukan Cladistic Analysis. Hasilnya adalah Livoniana diklaim benar-benar sebagai separuh ikan-separuh tetrapoda. Melalui film dokumenter ini, BBC mengatakan bahwa teka-teki Darwin tentang bagaimana kita mengembangkan kaki telah berhasil dipecahkan.

Seakan-akan mendukung opini dan kesimpulan BBC di atas, Kompas.com edisi 22 Mei 2008, bagian Sains, memuat berita tentang ditemukannya fosil katak-salamander berusia 290 juta tahun, oleh para ilmuwan Kanada. Fosil 'Frogamander' ini diberi nama Latin, Gerobatrachus hottoni, dan dianggap sebagai mata rantai antara fosil purba dan fosil modern yang menjadi nenek moyang katak dan salamander. Gerobatrachus memiliki bentuk antara katak dan salamander, dengan tulang pergelangan kaki serupa dengan tulang salamander, tengkorak lebar serupa katak, dan tulang belakang yang serupa perpaduan keduanya. Fosil tersebut memunculkan dugaan bahwa amfibi modern mungkin berasal dari dua kelompok, di mana katak dan salamander berasal dari amfibi purba yang disebut temnospondyl. Gerobatrachus hottoni sendiri pertama kali ditemukan di Texas tahun 1995 oleh tim peneliti dari Institusi Smithsonian, yang salah satu anggotanya adalah almarhum Nicholas Hotton.

Evolusionisme pernah mencatat beberapa sejarah hitam. Pada tahun 1912, Charles Dawson mengumumkan tengkorak manusia purba yang dikenal dengan "Manusia Piltdown (Eoanthropus dawsoni)". Ilmuwan Inggris menganggapnya sebagai kunci hubungan antara kera dan manusia. Di tahun 1953 dengan sejumlah penelitian baru, barulah diketahui Manusia Piltdown merupakan tengkorak Homo sapiens abad pertengahan dengan rahang bawah milik orangutan dan gigi simpanse! Selanjutnya di tahun 1979, atas ketelitian Berman dan McIntosh, Institut Carnegie di Inggris mengakui telah meletakkan tengkorak kepala yang salah pada Brontosaurus! Kepala itu adalah milik Apatosaurus, karenanya Brontosaurus tidak pernah ada. Lucunya informasi kepala yang salah itu sebenarnya sudah muncul di tahun 1909 dan 1915, tetapi tidak ditanggapi. Butuh waktu hampir 40 tahun untuk mengungkap kedua kasus di atas!

Puncak ketragisan terjadi saat seorang suku kerdil Afrika, Pygmy, bernama Ota Benga, dibawa oleh Samuel Phillips Verner ke Amerika pada tahun 1906. Disana ia dibawa ke Kebun Binatang Bronx di New York, atas saran Hermon Bumpus, Kepala American Museum of Natural History. Semula Benga diizinkan untuk membantu memberi makan hewan, tetapi kemudian ia disediakan tempat tidur gantung di area monyet. Benga tiba-tiba dipamerkan di kebun binatang bersama-sama dengan orangutan atas sepengetahuan William Hornaday, kepala Kebun Binatang Bronx. Bahkan disediakan papan informasi mengenai Benga bagi pengunjung layaknya hewan lainnya. Hornaday melihat pertunjukan itu sangat berharga karena Benga dianggap sebagai salah satu 'mata-rantai' antara kera dan manusia hingga Hornaday terpaksa menyudahi aksi dalam sehari itu setelah dikecam publik sebagai tindakan rasis. New York Times edisi 10 September 1906 menyindirnya dengan ucapan, "...kita mengirim misionaris ke Afrika untuk mengkristenkan orang, dan kemudian membawanya kemari untuk membarbarkan dia." Atas sponsor gereja, Benga dibawa dan diberi pendidikan formal. Tetapi ia tidak menyukainya sehingga bekerja di pabrik tembakau. Diduga karena depresi akibat tidak bisa kembali ke Afrika dan terus menjadi objek berita di Amerika, di tahun 1916, Benga bunuh diri dengan pistol curian. Kisah ini dirangkum dari informasi di Wikipedia "Ota Benga" (2008). Berusaha menebus 'dosa' kakeknya, Phillips Varner Bradford menerbitkan buku biografi Ota Benga bersama Harvey Blume, dengan judul "Ota Benga: The Pygmy in The Zoo" di tahun 1992.

Evolusionisme memang membawa pengaruh negatif di bidang sosial. Mayoritas Darwinian pernah beranggapan bahwa beberapa ras manusia merupakan ras yang lebih rendah sehingga membenarkan perlakuan rasialis terhadap mereka dengan dalih 'seleksi alam'; Ras yang lemah dan terbelakang akan digantikan oleh ras yang lebih kuat dan cerdas. Implikasinya, tindakan perbudakan kaum negro, pemusnahan suku-suku primitif, dan pembantaian Yahudi oleh NAZI (holocaust) menjadi hal yang dibenarkan. Tetapi itu adalah pandangan kadaluwarsa. Saat ini, hampir semua orang (bahkan kaum evolusionis) menganggap semua manusia setara dan sepakat bahwa teori evolusi hanya diterapkan dalam kajian biologi secara ilmiah. Darwinisme Sosial juga pernah menjadi credo kapitalisme. Lagi-lagi dengan alasan 'seleksi alam', kompetensi ekonomi yang brutal harus diadakan demi efisiensi seperti yang ditunjukkan alam. Lagi-lagi pandangan ini juga sudah lama disingkirkan setelah munculnya Marxisme dan kaum buruh mempunyai posisi tawar lebih baik dalam Serikat Pekerja modern.

Sejak awal kaum kreasionisme terus berpegang pada keyakinan tradisional bahwa Tuhan menciptakan semuanya sama dari dulu hingga sekarang (tanpa nenek moyang, tanpa transisi). Dunia dicipta dalam 6 hari, bukan milyaran tahun. Mereka mencela evolusi yang bersifat acak dan kebetulan sebab Tuhan menciptakan semuanya selalu dengan alasan. Tetapi keyakinan religius saja tidak cukup membendung serangan antusias kekayaan teori evolusi, sehingga memunculkan Sains Penciptaan, sebuah ilmu pengetahuan ilmiah yang mendukung teori penciptaan. Kreasionisme yang sebelumnya dipandang tidak ilmiah mendadak menjadi ilmiah! Sains Penciptaan mencoba menjelaskan hal-hal seperti banjir Nuh, akhir zaman es, munculnya fosil, bahkan variasi ras manusia keturunan Nuh, secara ilmiah dan sesuai dengan Alkitab.

Hal ini harusnya bisa diapresiasi lebih karena di saat evolusionis terus mencari dan menemukan data-data baru, kebanyakan kreasionis hanya berpangku tangan sembari mengucapkan, "Tuhan yang menciptakan. Hanya Tuhan yang tahu." Atau mungkinkah evolusi adalah cara Tuhan mencipta? Tentu saja kaum kreasionis dengan mudah menghindari pertanyaan ini dengan jawaban, "Alkitab tidak pernah menulis demikian." Sayangnya saat ini sains modern kelihatannya terus berpihak pada Darwin, bahkan teori evolusi terus berkembang dan diperbarui. Lembaga-lembaga ilmiah yang selama ini terkenal kredibel; National Geographic, Discovery Channel, dan BBC, juga selalu mendukung riset-riset yang berbasis evolusionisme. Aneh bukan bila dipikir secara sederhana; mengapa dunia masih ngotot memakai evolusi bila terbukti tidak akurat seperti yang dituduhkan kreasionis? W. Stanley Heath, seorang kreasionis, melalui bukunya, "Sains, Iman & Teknologi" (1986), menuduh bahwa para ilmuwan sekuler menolak penciptaan karena bila mereka menerimanya, mereka juga harus menerima semua aturan dan larangan di Alkitab. Seorang ilmuwan evolusionis memberikan jawaban yang lain, bahwa teori evolusi merupakan pemikiran yang paling dapat diterima akal manusia, berbeda dengan ajaran agama. Karena belum ada teori lain pengganti yang lebih baik, maka teori evolusi tetap diterima.

Di tahun 1925, seorang guru biologi di Tennessee, John Scopes dituntut ke pengadilan karena mengajarkan teori evolusi dan itu bertentangan dengan hukum negara bagian tersebut. UU itu melarang pengajaran teori evolusi di sekolah negeri. Scopes dinyatakan bersalah dan didenda 100 dolar. Kasus yang dikenal dengan 'pengadilan kera' (monkey trial) ini kemudian dikecam oleh seluruh penjuru Amerika, sehingga pada tahun 1927, pengadilan banding membatalkan keputusan itu dan akhirnya UU Anti Evolusi itu dicabut di tahun 1967. Sebaliknya saat ini hampir semua para guru IPA dan Biologi mengajarkan teori evolusi semata, sesuai dengan buku-buku teks, kepada para siswa. Materi teori penciptaan hanya didapat di mimbar-mimbar gereja. Sebaiknya siswa haruslah mendapat teori alternatif. Berilah pengetahuan teori evolusi tetapi berilah juga pengetahuan tentang penciptaan atau sebaliknya, sehingga anak akan menjadi individu yang berwawasan luas dan biarkan ia kelak memilih pemahamannya sendiri.

Terlepas dari teori mana yang benar (rasanya perdebatan ini tidak akan pernah selesai), dunia dan kehidupan di dalamnya yang sangat beranekaragam dan indah ini, tetaplah sebuah maha karya yang luar biasa. Tetapi andai evolusi itu sungguh ada, kelak akan berevolusi menjadi apakah kita, Homo sapiens? Rasanya Darwin tersenyum nakal di alam kubur sana :-)

Tidak ada komentar: