Kamis, 05 Agustus 2010

The Effortless Effort


"In the future, everyone will be world famous for fifteen minutes." (Andy Warhol)
Belakangan ini semua orang tampaknya sedang kompak membicarakan topik yang sama, yaitu "Keong Racun". Konon bermula dari trending topic di Twitter, akhirnya "Keong Racun" merambah ke status-status di Facebook, Yahoo Messenger, BlackBerry Messenger, hingga lantas bergulir dari mulut ke mulut begitu cepat. "Keong Racun" di sini bukanlah hewan moluska yang mengandung racun, melainkan sebuah judul lagu dangdut koplo!

Bagaimana kisah awal mula popularitas "Keong Racun" yang membahana kemana-mana ini? Ternyata semuanya berawal dari keisengan dua gadis bernama Sinta dan Jojo yang coba-coba bernyanyi lip-sync membawakan lagu "Keong Racun" dan menguploadnya ke YouTube. Hasilnya luar biasa, dalam waktu singkat video live action-nya telah ditonton oleh ribuan orang dan dibicarakan di Twitter sehingga mendongkrak nama "Keong Racun" dalam trending topic. Berikutnya wabah "Keong Racun" menggelinding semakin besar seperti efek bola salju tanpa dapat dikendalikan lagi. Apa yang tampaknya menjadi trigger fenomena ini?

Lagu "Keong Racun" sebelumnya merupakan lagu dangdut koplo biasa yang hanya dikenal kalangan terbatas saja. Penciptanya dan penyanyi aslinya bahkan nyaris tidak pernah dikenal publik secara luas. Tetapi dua anak muda yang iseng berhasil menjadikan "Keong Racun" menjadi fenomena nyaris tanpa publikasi sama sekali. Ini menunjukkan bahwa di dunia Marketing 2.0, pola pikir tradisional yang menonjolkan kualitas produk semata tidak akan bisa berhasil. Resep kesuksesan "Keong Racun" di dunia Marketing 2.0 adalah lagu yang ear catchy dibawakan oleh dua gadis manis dengan gaya fun semau gue di YouTube, bisa ditonton gratis kapan pun, dan yang terpenting bisa di-share seru-seruan ke peer group. Dengan sendirinya orang-oranglah yang mengiklankan "Keong Racun" melalui file sharing ke teman-temannya sendiri. Mereka mau melakukan itu karena merasa bahwa yang dilakukannya bukanlah komersialisasi iklan. Bisa dibayangkan seandainya yang membawakan "Keong Racun" adalah penyanyi sekaliber Agnes Monica, tentu saja tidak akan ada banyak orang yang mau melakukan file sharing secara sukarela.

Semua unsur di atas terangkum manis di dalam satu nama: "Keong Racun". Sebuah nama yang aneh namun dengan cepat bertransformasi menjadi kosakata baru yang ajaib, mudah menempel di kepala dan tidak keluar-keluar. Dalam Public Relations, langkah pertama bila ingin mempopulerkan sesuatu, adalah dengan menciptakan kosakata baru yang berpotensi menggantikan kata kerja (contoh paling gampang: Googling dan Tweeting).

Impact dari fenomena "Keong Racun" ini sangat dahsyat! Sinta dan Jojo mendadak menjadi selebritis instan. Diliput acara televisi, diwawancarai, difoto, masuk ke artikel berita, bahkan hingga dikontrak oleh sebuah manajemen musik, barangkali adalah hal-hal yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Bahkan diberitakan bahwa Rektor Universitas Pasundan sampai berniat memberikan beasiswa penuh kepada Jojo karena dianggap turut berjasa mempopulerkan nama universitasnya. Seakan masih kurang heboh, tiba-tiba muncul pula rekaman lagu "Keong Racun" di YouTube yang dibawakan oleh dua gadis bule!

Can you imagine the domino effect? Semuanya dimulai dari keisengan melalui YouTube, menggila di dunia Web 2.0 (Twitter, Facebook, YM, BBM), dan akhirnya meluas kemana-mana di dunia nyata. Peran Social Networking Sites dalam membentuk sebuah tren atau opini publik semakin nyata. Ini adalah tantangan sekaligus sebuah kemudahan sebenarnya bagi para pemasar untuk menjalankan strategi marketing. Bayangkan tanpa mengeluarkan biaya besar untuk periklanan tradisional, kita bisa menggunakan media sosial di internet sebagai corong publikasi secara efektif. Namun kelemahannya hanya satu, yaitu mencari trigger apakah yang mampu membuat orang-orang merasa memiliki keterlibatan emosional sehingga mereka akan rela menyebar-luaskan sebuah brand di internet karena merasa sebagai bagian dari identitas sebuah brand dan bukannya sebagai pengiklan gratisan.

Tidak selamanya peran media sosial di internet menjadi sesuatu yang positif bagi para produsen. Bila tidak diperlakukan dengan baik atau dikontrol dengan benar, media sosial di internet malah akan menjadi senjata bumerang yang sangat kejam. Nissin Wafers pernah mengalami hal tersebut. Melalui promosi fanpage Nissin Ngumpul Seru di Facebook, pihak Nissin melakukan blunder dengan menulis status yang seolah mengajak Facebookers menonton video porno Ariel sembari memakan Nissin Wafers. Alhasil hujatan pun menghujani wall Nissin di Facebook. Akhirnya Nissin meminta maaf namun berdalih ada seseorang yang telah meng-hack akun fanpage-nya di Facebook dan menulis status ngawur tersebut.

Web 2.0 seperti petir. Bila digunakan dan dikendalikan dengan benar, ia bisa menjadi listrik yang membantu kehidupan. Namun bila salah, ia bisa menyengat dan menghanguskan. Web 2.0 membantu menyebarkan sisi positif mengenai Anda atau juga sisi negatif tentang Anda dengan cepat (tentu saja lebih cepat tersebar segala sesuatu yang negatif). Teknologi 2.0 mengizinkan terjadinya interaksi dua arah antara produsen dan konsumen, tidak lagi satu arah top-down dari produsen ke konsumen semata.

Menciptakan Buzz Marketing sesungguhnya gampang-gampang susah. Gampang di awalnya namun sangat susah untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Contoh paling nyata adalah produk obat sakit kepala Dumin. Berbekal tantangan ambisius agar brand Dumin mampu menjadi bahan pembicaraan orang-orang dalam waktu singkat, agensi kreatif yang menaunginya memutuskan untuk menciptakan karakter fiktif bernama Ririn Dumin. Ririn dikisahkan sebagai perempuan atraktif yang supel, optimistis, ceria, dan bercita-cita menjadi seorang artis. Untuk itu ia rela mengikuti beragam audisi dan sering curhat mengenai kejadian sehari-harinya melalui video-video yang dipost ke YouTube. Supaya tampak nyata, Ririn pun juga memiliki akun di Facebook, Twitter, bahkan menempel selebaran-selebaran di pinggir jalan lengkap dengan nomor handphone yang tampaknya fiktif.

Impact telah berjalan. Orang-orang mulai membicarakan siapakah sebenarnya Ririn Dumin ini. Ada yang percaya bahwa ia benar-benar nyata, namun ada pula yang menuduhnya hanyalah akal-akalan produsen untuk berpromosi saja. Hingga akhirnya Ririn diceritakan berhasil dikontrak menjadi bintang utama di iklan pertamanya. Coba tebak apa iklan pertama Ririn? Anda benar, obat sakit kepala Dumin! Itu adalah iklan pertama Ririn dan tampaknya juga yang terakhir. Setelah penasaran itu terjawab, orang-orang dengan cepat melupakan nama "Dumin".

Meskipun fenomena "Keong Racun" adalah salah satu contoh Public Relations yang paling sukses dalam sekejap tetapi saya pribadi berpendapat bahwa fenomena "Keong Racun" ini bukanlah sebuah tren melainkan sebuah fad. Pada prinsipnya fad melejit dengan cepat namun juga kandas secepat lahirnya. Sedangkan tren meluas tidak secepat fad namun matinya juga perlahan-lahan. Secara gampang, bisa dikatakan bahwa fad adalah tren yang mati terlalu cepat. Kita lihat bersama saja, sampai kapankah fenomena "Keong Racun" akan bertahan?

6 komentar:

resti mengatakan...

Honestly Robert, waktu gw dikasih liat video keong racun, i don't see it as an interesting object to laugh at, or smile at, or amused at..so so. What this duo do is not original and I don't understand what's good about their video. Coba cek Moy Moy Palaboy in youtube. These guys from philiphine and they are the original ones, in terms of music lipsync video. They are truly funny guys and these girls are just "jaim" girls who appear with an old idea of entertainment. Seriously, I don't understand why people think they are funny. The funny one is the song, not the girls. Menurut gw si.

Robert Ravenheart mengatakan...

Resti, yah everyone has their own opinion. Klo gw pribadi sih ngeliatnya Sinta dan Jojo lucu2 aja sih, walaupun emang iya gak original. Model lip-sync aneh2 di YouTube sebelumnya emang uda banyak banget.

Moy2 Palaboy blm pernah liat, tp emang banyak org juga uda bilang kalo duo Philippines ini lucu banget gayanya dan emang uda ngetop di YouTube jauh sebelum Sinta dan Jojo. Mgkn aja Sinta dan Jojo juga mencontek gaya mereka akhirnya, hehe.

Nah, tp di artikel ini gw gak menyoroti masalah aksi Sinta dan Jojo-nya, tapi lebih ke fenomenanya. Bagaimana bisa sebuah keisengan belaka di YouTube mendadak bisa berbuah popularitas luar biasa? Ini bisa menjadi hal yg menarik klo mau dianalisis, dikait2kan dgn katakanlah, buzz marketing dsb, dan mudah2an insight tersebut bisa menjadi inspirasi bagi kita utk menjalankan strategi bisnis di era Marketing 2.0 :-)

Bayangkan Res, uda brp banyak artis2 atau produsen yg sibuk berpromosi, ngeluarin budget, hire orang-orang yg dianggap profesional, tp akhirnya hasilnya ga sesuai harapan. Tapi Sinta dan Jojo cuma ngepost di YouTube dan tau2 hampir seluruh Indonesia membicarakan mereka, hehehe...

Petty Arniza mengatakan...

As always, I admired your deep observation on our society "tittles tattles" and the way you're always tried to connect the dots to all marketing stuff ^_^

Sebenernya masih gak bisa ngeliat apa yang begitu menghebohkan dari duo lip-sync ini. Honestly, it's pretty funny and quite entertaining tapi menurut gue level lucu dan menghiburnya gak terlalu fenomenal untuk bisa menjadi "talk of the town".

Gue masih lebih nge jagoin sex tape nya Ariel Peterpan...huehehehehe...

Mungkin sebenernya masih banyak orang indonesia yang belum pernah ngeliat aksi Moy Moy Palaboy, jadinya ngeliat Sinta dan Jojo udah "terbahak-bahak" hehe... When I see Moy Moy Palaboy, I almost peed on pants... wakakakakakak...

Well, namanya juga selera....

Robert Ravenheart mengatakan...

Itulah sisi misteri dari fenomena Buzz Marketing, Petty...

Tidak ada yang lebih berhasil dari sebuah publikasi yang (nyaris) tanpa menggunakan iklan sama sekali. We can't forcing people. All that we can do is only telling them and hoping they will like it. Bila itu terjadi, dengan sendirinya mereka akan menjadi corong publikasi yang paling ampuh dengan gratis.

Klo menurut pandangan gw nih ya, Sinta dan Jojo bisa ngetop didukung oleh faktor lagunya yang judulnya unik, mudah diingat, dan juga melodi lagunya sangat ear-catchy serta liriknya yang memorable.

Setelah itu ditambah faktor karena sangat jarang ada aksi-aksi lip-sync konyol dengan lagu unik oleh duo cewe lokal yang "good-looking", meledaklah video itu di YouTube. Saya pun pertama kali melihat tulisan "Keong Racun" di status YM teman dan Twitter saja sudah mengernyitkan kening, isu apakah ini?

Rasa penasaran yg akan menggiring org2 mencari fenomena itu. Bila mereka menemukan dan menyukainya, mereka akan tak tahan memberi tahu org lain, dan tiba2... Boom! Keong Racun is popular :-)

meditia mengatakan...

setujuu, jadi intinya tren lebih lama diinget dibandingkan fad ya bet,,,

iklan2 yang berawal dr youtube spt obat dumin dan colonge bask

boomming langgsung ilang..

eh bet, kalo kosakata baru google jadi googling, twiter = tweeting, youtube jadi apa? hehehe...

lanjutt

nanatan mengatakan...

Hmmmm... I just wanna say... "EASY COME, EASY GO..."