Kamis, 30 Juni 2016

Farewell My Friend

Rest in Peace, Erika & Baby G

Bulan Juni ini saya dikejutkan dengan kabar duka. Salah satu teman saya diberitakan telah berpulang ke surga setelah berjuang mengatasi komplikasi sakit hipertensi paru-paru selama 2 tahun terakhir. Saya adalah salah satu orang yang mengagumi semangatnya dalam memandang hidup, apalagi saat teman saya tersebut mengabarkan bahwa dia mendapatkan anugerah kehamilan yang istimewa di waktu-waktu menjelang akhir masanya.

Teman saya, Erika Metta adalah satu-satunya kenalan saya yang sampai tanggal 19 Juni 2016 masih aktif mengisi blognya dengan kisah-kisahnya yang inspiratif. Ya, padahal saya sendiri sudah sangat jarang (kalau tidak bisa disebut pensiun) menulis blog ini dikarenakan kesibukan maupun sudah merasakan kejenuhan dalam blogging. Sejak era sosmed berkembang pesat, blog memang perlahan mulai tersingkirkan dan terlupakan.

Sebenarnya Erika adalah adik kelas saya di universitas saya dulu menimba ilmu. Wajahnya sangat unik, berparas oriental tulen dengan sepasang kelopak mata yang turun seperti karakter Snoppy. Dikarenakan saya mengalami keterlambatan studi yang berujung pada tertundanya kelulusan selama setahun, saya jadi mengenal dia. Tidak akrab, memang. Hanya sebatas menyapa basa-basi sekali-dua kali di lingkungan kampus. Saat kelulusan dan wisuda pun, saya bahkan hampir tidak pernah mengingat lagi sosoknya sampai setahun berselang pada saat saya mengambil studi S-2 di Binus Business School, Jakarta, mendadak saya berjumpa lagi dengan Erika. Whoa, anak jurusan DKV di Surabaya bisa berencana mengambil studi S-2 Manajemen di universitas swasta yang sama di Jakarta? Sebuah kebetulan sekali, pikir saya.

Dari sana, kemudian saya mulai mengenali potensinya dalam berkarya, termasuk salah satunya dengan menulis blog. Ya, saat itu di tahun 2008, blogging masih sedang ngetop-ngetopnya di kalangan anak muda. Mungkin kalau sekarang, blogging itu selevel kerennya dengan vlogging (video blog) di YouTube. Meskipun kami juga tidak terlalu akrab dalam bergaul, namun saya dan Erika sering melakukan blogwalking dengan mengunjungi blog masing-masing. Dari blognya, saya jadi seolah turut mendengarkan Erika bercerita mengenai perjalanan hidupnya, mulai dari suka maupun duka, hingga di tahun 2014, saya kaget membaca tulisannya bahwa dia divonis menderita penyakit hipertensi paru-paru yang berujung pada larangan dokter untuk hamil.

Tapi rencana Tuhan memang berbeda dengan rencana manusia. Pada akhir tahun 2015, secara luar biasa, Erika mengabarkan bahwa ia dan suaminya telah dianugerahi kehamilan yang selama ini diharap-harap cemaskan selama 4 tahun usia pernikahan mereka. Sayangnya kabar gembira tersebut juga berarti kabar duka dikarenakan risikonya yang besar secara medis bila kehamilan itu tetap dipertahankan. Disinilah, saya mengagumi iman Erika dan Eric, bahwa mereka tetap mau untuk berserah di dalam kehendak Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhan memiliki rencana besar untuk anak ini. Bagaimana bisa pasangan muda ini dengan gampang memilih untuk membunuhnya tanpa pernah mengizinkan iman mereka dibentuk oleh Tuhan sendiri?

Namun Tuhan memiliki kehendak lain, rupanya Dia lebih memilih memanggil pulang Erika dan bayinya untuk menikmati hidup di surga, bebas dari kesakitan dan penderitaan fisik. Demikianlah, akhir kisah perjalanan iman Erika. Tidak berakhir dengan kisah mukjizat yang ajaib memang, tapi saya sendiri percaya bahwa semua perjalanan hidup kita sendiri telah ditulis-Nya dengan ajaib dan luar biasa. Sikap Erika dan Eric dalam memutuskan mempertahankan kelangsungan hidup janinnya sendiri juga merupakan kisah yang menggugah iman, meskipun taruhannya adalah nyawa ibu dan anaknya.

Bagi Anda yang ingin membaca cerita kehidupan Erika, bisa mengunjungi blognya di Fly Me to My Dream. Saya percaya tulisan-tulisan dia akan memberikan banyak inspirasi dan kekuatan bagi kalian yang membacanya.

Farewell, my friend.

May you rest in peace, Erika and baby G.