Minggu, 08 Februari 2009

Simply Irresistible (Case Study of Gender Difference)


Pernahkah Anda memperhatikan seorang lawan jenis dan entah mengapa menyukai tingkah lakunya yang sederhana, tanpa alasan rasional? Saya pribadi juga mengalami hal yang sama, menunjukkan ketertarikan secara implisit pada perempuan seperti gambar di atas.

1. A Woman Wearing Glasses

Call me weird, entah mengapa secara subjektif saya selalu menyukai perempuan-perempuan berkacamata. Memang bagi banyak orang, kacamata menyimbolkan kesan kuno, kuper, bookworm bitch, library minded, sehingga banyak gadis rela menanggalkan kacamatanya lantas beralih ke softlens atau malah menjalani operasi lasik, demi puja-puji orang-orang di sekelilingnya. Namun, buat saya, kacamata justru merupakan ikon kecerdasan, intelektualitas, kecermatan, dan memang tak bisa lepas dari asosiasi kutu buku (who cares? I do reading books, too!) Justru kacamata itu bisa menegaskan karakter yang kuat bagi pemakainya. Saya juga tidak pernah keberatan berteman dengan perempuan yang jauh lebih pintar dari saya.

2. A Woman with an Ice Cream

Kalau kebetulan ada seorang gadis yang sedang menghabiskan es krimnya, entah mengapa saya juga senang memandanginya :-) Apalagi kalau si gadis memakan es krim itu dengan cara yang agak lucu, entah dengan dijilati, dihisap, sampai celemotan di bibirnya, hal itu membuat saya tersenyum di dalam hati dan terkadang memaksa fantasi ini melayang ke mana-mana ;-) Ah, satu lagi efek dari Badai Testosteron yang sedang melanda...

3. A Woman Applying Make-up

Mungkin sudah menjadi kodrat seorang perempuan untuk selalu ingin tampil cantik, dan salah satu cara untuk menggapai kecantikan itu adalah dengan melakukan make-up. Semenjak kecil, saya sudah terpesona menatap ibu saya berdandan sebelum pergi menghadiri acara-acara spesial. Pesona masa kecil itu sampai kini masih bertahan saat saya melihat perempuan merias wajah mereka sendiri.

Bagaimana ia dengan lembut menyisir rambutnya, telaten menorehkan eyeshadow/mascara pada kedua matanya, menaburkan bedak, sesekali memberikan blush-on ke dua pipinya, lalu mengoleskan lipstik pada bibirnya, kemudian mengatupkan kedua sisi bibirnya supaya rata, atau menggunakan secarik tisu untuk mengurangi efek dramatis lipstiknya. Setelah itu, ia akan menyemprotkan sedikit wewangian segar ke bagian-bagian tubuhnya, dan dengan tersenyum simpul puas menatap hasil akhir masterpiece-nya di cermin. Pria mungkin tidak bisa memahami ritual yang sekilas terlihat sederhana namun sesungguhnya kompleks ini, namun setiap pria selalu bisa mengagumi hasilnya.

Sebagai pria, saya pernah menyimpan rasa 'kecemburuan' kepada perempuan. Kaum hawa seakan dilahirkan untuk menjadi mahluk yang mempesona. Pakaian yang mereka kenakan begitu beragam dan semuanya sangat fashionable, berbeda dengan busana pria yang cenderung kaku dan seragam; hanya kemeja/T-shirt, celana panjang, sesekali dilengkapi jas dan dasi, that's it.

Bila pria berambut panjang, masyarakat awam akan mencelanya sembari meyakinkan hanya kaum seniman dan rocker yang cocok berambut gondrong. Namun bila perempuan memilih berambut pendek saat ini, alih-alih menyebutnya tomboy, mereka lebih senang memuji penampilan baru tersebut dengan mengatakan: "Berani tampil beda", "Kelihatan lebih muda & segar", "Lebih kelihatan manis", "Modern look", "Edgy", dan sebagainya. Malah belakangan rambut bob ala Victoria Beckham atau rambut pendek ala Rihanna sangat ngetren di kalangan perempuan. Bahkan rambut yang lebih pendek boyish look seperti Agyness Deyn, sangat menuai beragam pujian dari kalangan fashion & hairstylist.

Tak hanya itu 'keunggulan' yang dimiliki perempuan. Bila mereka mendapat masalah, mereka tinggal memasang wajah polos (terkadang diselipi kesan manja) meminta bantuan dari para pria. Entah mungkin terdorong rasa heroik tinggi atau tidak bisa menolak sorot mata perempuan yang meluluhkan logika beku pria, biasanya tingkat keefektifan cara ini hampir mendekati 95%. Riset kecil mengenai kebenaran ini pernah dibuktikan di serial reality show, "Tolooong!", yang pernah ditayangkan di SCTV. Pada satu adegan ada seorang gadis manis yang pura-pura meminta tolong pada warga sekitar karena ban mobilnya kempis. Baru saja ia berakting teriak minta tolong, langsung 2 motor yang kebetulan lewat segera berhenti dan menghampiri si gadis. Tentu saja para pengendaranya semua adalah pria :-) Hal yang sangat kontras terjadi saat si talent adalah seorang bapak paruh baya yang harus menunggu sekitar 1 jam untuk mendapat bantuan pertamanya!

Psikologi perempuan dalam berbelanja juga sangat menarik bagi saya secara pribadi. Berbeda dengan pria yang sangat direct dalam mencapai tujuan dengan mengagung-agungkan logikanya, perempuan justru sering tampil atraktif. Seperti prosedur para personel SWAT yang terlatih untuk menumpas teroris, mereka tidak langsung mendobrak pintu depan, menghajar, dan menendang pantat musuh satu-persatu. Mereka justru tampil menyisir dari lingkungan sekitar, perlahan memperkecil sweeping zone, hingga akhirnya mengepung markas teroris tersebut.

Tipikal yang sama ditunjukkan perempuan. Bila pria berbelanja, ia cenderung langsung bergerak menuju sasaran. Ia sedang membutuhkan T-shirt putih, dan dengan sadar ia akan mengeleminir semua target yang bukan termasuk T-shirt putih. Setelah mendapat T-shirt putih, besar kemungkinan ia akan langsung pulang, mission accomplished, well done! Sementara kaum perempuan punya pendekatan yang berbeda. Bila ia membutuhkan T-shirt putih, ia justru akan melakukan penyisiran dari toko-toko lain, melihat objek-objek lainnya dahulu, membandingkan harga, dan secara otomatis akan memasukkan semua objek yang disentuhnya di toko ke dalam visualisasi bila dipadukan dengan koleksi-koleksi yang sudah ia punyai di lemari bajunya. Dalam berbelanja, perempuan juga cenderung memperluas target range, sehingga tidak hanya T-shirt putih yang dibidik, tetapi juga mungkin T-shirt merah, blouse biru, blazer beludru, sepatu stiletto, dsb. Tidak heran, aktivitas berbelanja perempuan selalu memakan waktu yang lama!

Namun ada sebuah anomali dalam psikologi berbelanja wanita. Anomali yang mungkin tidak pernah dapat dipahami oleh analisis mesin logika pria, namun dipandang sebagai sebuah keuntungan oleh mesin emosional perempuan. Anomali yang bisa mengubah hasil akhir dari sebuah keinginan awal. Misalnya, perempuan yang tadinya ingin membeli T-shirt putih, namun saat pulang, mungkin ia justru membeli rok A-Line, tank-top, printed handbag, tetapi tidak membeli T-shirt putih sama sekali! Alasan mereka membeli barang-barang tersebut (selain sedang diskon) adalah karena cocok dipadukan dengan koleksi-koleksi mereka sebelumnya.

Berbahagialah, kalian kaum perempuan... Berdasarkan ramalan pakar-pakar marketing tersohor, saat ini Bumi sedang bertransformasi menjadi Venus (planet yang konon diasosiasikan dengan perempuan). Alih-alih menjadi rasional ala 'mahluk Mars', seluruh dunia kini sedang menikmati peran baru mereka yang emosional. Lihat saja, betapa jumlah pria-pria metroseksual semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran pria untuk memperhatikan penampilan. Lupakan pria macho ala Charles Bronson atau Clint Eastwood semasa muda! Kini pria mendambakan diri menjadi sosok David Beckham, F4, atau bahkan Edward Cullen!

Konsep marketing pun diyakini juga turut bergeser. Hermawan Kartajaya, melalui buku best-seller-nya, "Marketing in Venus", mengatakan bahwa komunikasi pemasaran yang bersifat top-down, one-way, dan massal menjadi kurang efektif. Justru komunikasi interaktif, kolegial, peer-to-peer, kelak akan merajai masa depan. Kita sudah melihat indikasi-indikasi itu dengan meningkatnya popularitas Facebook, Yahoo Messenger, Mailing List, Forum, dan BlackBerry.

Ah, ternyata membicarakan mengenai perbedaan gender saja, bisa sampai meluber ke mana-mana ;-P