Tampilkan postingan dengan label Earth Day. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Earth Day. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 19 Juni 2010

Oceans


"Suatu hari, seorang anak lelaki yang melihat laut bertanya kepadaku, apa itu samudra?"

Film ini dibuka dengan kalimat pertanyaan tersebut. Seorang anak lelaki dengan pandangan polos penuh harap bertanya kepada seorang pria paruh baya di hadapannya. Pria itu lantas dengan penuh kebapakan mengantarnya masuk ke dalam dunia menakjubkan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Entah mengapa pertama kali saya membaca kalimat pembuka tersebut, saya jadi teringat kisah sastra "The Old Man and The Sea" milik Ernest Hemingway.

Oceans merupakan sebuah film dokumenter Perancis yang bercerita mengenai samudra dan kehidupan di dalamnya. Meskipun berjenis film dokumenter, namun Jacques Perrin dan Jacques Cluzaud menyajikan film ini dengan sangat menarik; terasa hidup, dramatis, dan membebaskan penonton dari segala interpretasi serta impresi yang menggurui. Film ini sebelumnya sudah diputar secara terbatas pada Festival Sinema Perancis 25 April lalu di Platinum XXI FX Plaza (sebenarnya Oceans memang dijadwalkan dirilis bertepatan dengan Earth Day 22 April di seluruh dunia). Sungguh beruntung akhirnya film ini diputar lagi untuk publik di bioskop 21 (meskipun hanya terbatas di bioskop-bioskop 21 tertentu saja) dan pada bulan Juni ini, akhirnya saya berkesempatan menontonnya!

Mahluk pertama yang hadir di film ini adalah seekor reptil yang memiliki kemampuan adaptasi yang mengagumkan, seekor iguana laut. Meskipun memiliki fisik yang serupa dengan iguana biasa, namun reptil ini mampu menyelam di lautan lepas sembari memakan rumput-rumput laut. Anda akan menyaksikan bagaimana reptil ini berenang mengibaskan ekornya dengan luwes, dan selama persekian detik saya merasa seperti menonton seekor monster prasejarah yang sedang berenang di lautan di sebuah film Hollywood. Kemudian di pesisir pantai, beberapa horse shoe crab terlihat mendarat dan berkumpul. Mereka adalah mahluk-mahluk bercangkang yang membuat Anda merasa mengunjungi kembali Bumi di awal zaman Pleistosen. Tetapi bagian terbaiknya adalah di saat narasi film ini bertutur bahwa prasangka kita selama ini bahwa kehidupan di alam selalu sama dan berulang-ulang tiap generasi adalah salah sebab perubahan datang begitu cepat. Kemudian tampaklah kumpulan iguana laut yang sontak merasa gugup saat di langit kejauhan terbit sesosok matahari yang terang dengan suara yang sangat menggetarkan diikuti kepulan debu raksasa. Sosok matahari itu pelan-pelan terus naik tinggi dan memperlihatkan wujud aslinya, sebuah roket milik peradaban cerdas.

Berikutnya serombongan ubur-ubur raksasa berwarna kuning mencolok terlihat beriringan menyeberangi lautan dengan ritme tubuh yang rileks seolah mereka semua telah memiliki kesepakatan telepatik untuk sampai di sebuah tempat tujuan yang sama. Kemudian sekumpulan ikan-ikan kecil dengan sisik-sisiknya yang berkilauan dengan koreografi yang indah bergantian membentuk beragam bentuk-bentuk yang mengagumkan. Dan sudah menjadi hal yang pasti bahwa sekumpulan spesies kecil akan selalu mengundang predator dalam jumlah banyak. Tiba-tiba seperti undangan yang sudah tersebar luas, sekawanan lumba-lumba dengan cicit riang berjumpalitan menyambar ikan-ikan tersebut, ikan sailfish membelah lautan dengan moncong tombak dan kecepatannya yang luar biasa, ikan-ikan pari yang melayang anggun, burung-burung camar yang terbang tinggi lalu menukik turun menyelam ke laut mematuk ikan-ikan, dan tak ketinggalan di sudut perburuan beberapa ikan hiu dengan langkah penuh percaya diri melahap ikan-ikan yang ada. Seperti sudah direncanakan sebagai pesta meriah yang menyenangkan semua tamu, paus bungkuk ikut berpartisipasi di tengah-tengah keramaian, dan akhirnya film ini menangkap sebuah pertunjukan utama yang spektakuler dari alam, di saat paus bungkuk ini menyibak ke atas permukaan lautan dan di sekelilingnya burung-burung camar seolah bergantian meluncur masuk ke lautan seperti sederet peluru yang ditembakkan secara berurutan, seolah menonton sebuah pertunjukan teater Broadway yang memukau!

Kita juga akan menelusuri keanekaragaman kehidupan di dalam lautan. Keajaiban yang memancar dalam spesies-spesies indah yang belum pernah kita saksikan sebelumnya. Mahluk-mahluk unik berwarna cerah mencolok atau pun bersirip luar biasa menakjubkan sehingga membuat mata kita seolah menyaksikan parade busana milik mahluk-mahluk bawah laut. Anda bahkan akan merasa tidak lagi berada di Bumi namun di sebuah planet asing saat menyaksikan gerombolan kepiting-kepiting yang merangkak dan bertumpuk-tumpuk di dasar samudra. Teman saya berkelakar bahwa mereka mengingatkannya pada mahluk-mahluk arachnida di film Starship Troopers.

Rasakan pula aura keagungan yang menyelubungi saat beberapa paus bungkuk (humpback whale) terlihat bergerak dengan penuh keanggunan. Dengarkan pula gaung suara-suara paus yang membahana, mengumandangkan kebijaksanaan kuno yang merasuk di setiap hati manusia yang mendengarkannya, membuat saya seperti merasakan bahwa mereka bukan hanya mahluk terrestrial namun juga mahluk spiritual.

Begitu pula dengan lumba-lumba yang selalu terlihat aktif dan ceria. Tatapan mata mereka yang cerdas disertai serentetan pulsa cicitan riang, mengesankan bahwa mereka adalah spesies yang mampu bersosialisasi dan mengenali eksistensi dirinya sendiri. Konon lumba-lumba merupakan spesies yang bahkan lebih cerdas dari simpanse. Tidak ketinggalan anjing laut, walrus, pinguin, dan beruang kutub juga ikut dihadirkan di dalam film ini.

Yang juga membuat saya merinding adalah saat film ini menangkap dengan begitu mendetail, lompatan seekor hiu putih raksasa (great white shark) yang menelan hidup-hidup seekor anjing laut di udara! Ketika anjing laut itu merasa frustasi tidak mampu meloloskan diri dari kejaran hiu, ia mencoba melompat ke udara untuk menyelamatkan diri namun ternyata seekor hiu putih raksasa juga mampu melompat ke udara sebaik anjing laut tersebut. Ada pula kisah mengenai kegigihan anak-anak penyu yang harus segera mencapai lautan lepas saat mereka baru saja menetas. Bila mereka berhenti sebentar saja, dengan segera burung-burung tanpa sungkan menyambar dan menjadikan mereka sebagai kudapan lezat.

Kehidupan di samudra lepas penuh warna sekaligus bahaya. Para predator berkeliaran dimana-mana dalam bentuk apa saja. Namun samudra belum pernah menghadapi musuh yang paling berbahaya dari semuanya sepanjang sejarah, yaitu kita, Homo sapiens. Peradaban modern semakin mencemari samudra dengan sampah-sampah sekaligus polusi yang mengalir deras dari arteri-arteri sungai, langsung menusuk menuju jantung samudra. Sebuah adegan terekam saat seekor anjing laut berenang di lautan dangkal yang penuh sampah, termasuk sampah berbentuk sebuah keranjang troli supermarket!

Di sebuah tempat di lautan, terdapat sebuah dinding panjang kokoh yang menghadang perkasa ombak-ombak samudra. Dinding-dinding yang terbuat dari jalinan jaring-jaring yang setiap harinya menjerat begitu banyak mahluk-mahluk indah di lautan. Bahkan seekor paus bungkuk pun tidak mampu melepaskan diri dari jerat tersebut. Mahluk-mahluk tersebut tidak dapat meloloskan diri. Semakin meronta-ronta, semakin erat mereka terjerat dan pelan-pelan kematian akan menghampiri memeluk mereka yang tertambat di antara jaring-jaring yang terbentang luas tersebut.

Perburuan adalah salah satu bagian dari dominasi manusia, beberapa di antaranya nyaris tidak bisa dibedakan dengan pembantaian. Terlihat saat kapal-kapal raksasa meluncurkan peluru-peluru harpun yang menusuk paus-paus malang sehingga lautan berbuih merah penuh darah. Demikian pula aksi pembantaian massal lumba-lumba di wilayah Taiji, Jepang (adegan ini diekspos secara mendetail di film dokumenter lainnya, The Cove). Tetapi adegan yang paling memilukan adalah saat beberapa nelayan berwajah oriental menangkap seekor ikan hiu biru (blue shark). Dengan cekatan mereka memotong semua sirip dan ekornya lantas melemparkan kembali hiu tersebut ke lautan dalam kondisi hidup-hidup! Hiu itu pelan-pelan tenggelam tak berdaya ke dasar lautan yang dingin. Mulutnya yang membuka-menutup seolah berteriak kesakitan tanpa suara dan matanya yang hitam bulat penuh seperti merefleksikan semua ketidaktahuannya mengapa ia harus dihukum seperti itu. Di Asia, sirip dan ekor hiu memang laris-manis menjadi makanan mahal dan bahan obat-obatan walaupun menurut penelitian sesungguhnya manfaat sirip dan tulang rawan hiu selama ini terlalu dilebih-lebihkan. Rasa lezat yang tersaji di santapan sirip ikan hiu sebenarnya tak lebih dari kaldu ayam yang menyertainya.

Film Oceans berusaha membuktikan bahwa sebenarnya manusia bisa hidup berdampingan dengan spesies-spesies lain. Sungguh mengagumkan melihat seorang penyelam berenang bersama seekor paus bungkuk. Manusia yang kecil dan terlihat rapuh di hadapan sesosok mahluk raksasa yang mempesona. Paus itu seakan mengerling dan membiarkan penyelam tersebut sedekat mungkin dengan dirinya, memamerkan aura kewibawaannya yang menyeruak keluar. Bahkan ada pula seorang penyelam yang berenang berdampingan dengan seekor ikan hiu biru! Predator tersebut bahkan seolah terlihat tidak menghiraukan kehadiran penyelam tersebut. Gambaran hiu di film-film Hollywood benar-benar terlalu berlebihan.

Sebagai mahluk yang paling cerdas sekaligus rakus, manusia adalah ancaman sekaligus harapan bagi alam. Banyak kepunahan spesies-spesies yang diakibatkan oleh kesembronoan manusia. Pria paruh baya itu bertanya kepada orang-orang yang tidak kelihatan di sebuah museum yang memajang ratusan koleksi hewan-hewan laut yang diawetkan, "Apakah kita akan membiarkan daftar kepunahan mahluk-mahluk ini terus berlanjut?" Pria itu lantas mengajak anak laki-laki itu menatap pemandangan samudra yang gemerlap penuh mahluk-mahluk eksotik yang berenang di dalamnya. Akankah keajaiban ini kelak harus kita saksikan terkungkung di sebuah akuarium kaca raksasa buatan manusia karena kita tidak mampu menjaganya di samudra lepas di luar sana?

Buat saya pribadi, duo Jacques menampilkan sebuah film dokumenter yang sangat indah sekaligus memukau mengenai samudra dan Bumi. Film ini ditampilkan dengan kualitas visual yang sangat baik, sinematografi yang menakjubkan, dan audio yang sangat jernih (Anda bahkan dapat mendengarkan suara penyu dan kecipak air dengan jelas) dan juga diiringi musik-musik orkestra yang menyenangkan. Saya pribadi sangat merekomendasikan film Oceans. Prenons soin de l'océan!

Kamis, 22 April 2010

God Lives in Serengeti









Source: Nick Brandt Photography. All rights reserved.

Happy Earth Day on April 22, people!