Kamis, 05 Juni 2008
Laskar Pelangi atau Laskar Guntur?
Pancasila sebagai ideologi tertinggi dan pemersatu seluruh elemen bangsa di republik ini dipermalukan tepat di hari ulang tahunnya sendiri! Tercatat pada tanggal 1 Juni 2008, di Monas Jakarta, dekat lapangan parkir Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, terjadi tindakan anarkis yang dilakukan oleh sekelompok massa dari organisasi keagamaan.
Pada peristiwa mencekam itu, ratusan orang mengenakan atribut Front Pembela Islam (FPI) menyerang dengan brutal para aktivis Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang memperingati Hari Kelahiran Pancasila. Sedikitnya 12 anggota AKKBB terluka parah dalam insiden memalukan itu, termasuk Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism (ICIP), Syafii Anwar, Direktur Eksekutif Wahid Institute, Ahmad Suaedy, dan pemimpin Pondok Pesantren Al-Mizan, KH Maman Imanulhaq Faqieh dari Majalengka.
Menurut Kompas.com edisi 1 Juni 2008, Nong Dalrol Mahmadah, Koordinator Lapangan AKKBB, menuturkan bahwa tindakan anarkis itu terjadi pada pukul 13.00, saat 1500 anggota AKKBB (banyak dari mereka adalah perempuan dan anak-anak) berkumpul di Monas. "Secara cepat, anggota FPI berteriak-teriak dan mengejar menggunakan tongkat bambu. Anggota FPI serta-merta memukuli anggota AKKBB yang berasal dari berbagai kelompok masyarakat seperti Ahmadiyah dan Aliansi Pluralitas Keagamaan," jelas Nong. "Mereka datang mengacak-ngacak kami, ada mobil yang dibakar. Pas kami dipukul pakai bambu, polisi baru datang." (home/megapolitan/news-paragraf 7)
Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Winarko kepada wartawan di Jakarta, Minggu, AKKBB rencananya hanya akan berdemo dari Cempaka Barat lalu ke depan Kedutaan Besar Amerika Serikat dan langsung terus menuju Bundaran HI. Winarko mengaku bahwa pihaknya telah menyiapkan pengamanan cukup, namun tidak saat di Monas, karena mereka tidak memintanya. "Seharusnya massa AKKBB bubar setelah itu, tetapi nggak tahu kenapa malah ke Monas," tambahnya. (paragraf 3-4) Namun Nong membantah keras hal tersebut dengan mengatakan bahwa mereka sudah melapor akan bergerak ke Monas. "Kami sudah lapor bahwa kami akan ke Monas. Bohong kalau kami tidak lapor," kata Nong. (paragraf 5) Beberapa kabar juga menyebutkan bahwa polisi sudah merekomendasikan AKKBB agar tidak menuju Monas, karena dikhawatirkan terjadi gesekan setelah sebelumnya di sana terjadi aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM.
Menurut versi FPI sendiri, aksi penyerangan itu dilakukan atas provokasi massa AKKBB terlebih dahulu. Apalagi mereka dianggap oleh FPI turut mendukung eksistensi Jamaah Ahmadiyah yang dianggap sebagai aliran sesat. Menurut Munarman, Komandan Komando Laskar Islam, Ahmadiyah telah ditetapkan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) sebagai organisasi sesat, sehingga pantas disebut sebagai organisasi kriminal. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sebelumnya telah mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah sesat, dan dua hal inilah yang dijadikan tameng bagi 'polisi-polisi' moral dadakan. Padahal kalau mau dipikir dengan akal sehat (terlepas dari ajaran agama), mana yang lebih pantas disebut sebagai 'organisasi kriminal' antara Jamaah Ahmadiyah dan FPI?
Diberitakan di Kompas.com edisi 2 Juni 2008, Munarman mengadakan jumpa pers di markas FPI untuk mengklarifikasi pemberitaan insiden itu. "Saya membuka berita-berita hari ini, ada akurasi yang sangat parah yang menyatakan bahwa FPI yang menyerbu. Hari ini, saya katakan bahwa yang kemarin mendatangi Monas adalah Komando Laskar Islam yang merupakan gabungan dari laskar-laskar seluruh Indonesia. Perlu ditegaskan bahwa aksi kemarin merespons undangan terbuka dan untuk mengamankan aksi tolak kenaikan harga BBM. Sementara, aksi yang mereka lakukan (AKKBB) itu memang untuk menyatakan dukungan kepada Ahmadiyah, bukan untuk peringatan hari Pancasila." (paragraf 2) Sementara menanggapi berita bahwa salah satu korban dari Insiden Monas itu adalah seorang kyai (KH Maman), Munarman dengan enteng mengatakan bahwa ia merupakan kyai palsu, karena seorang kyai sejati tidak akan mendukung Ahmadiyah.
Ironisnya jauh sebelum vonis Munarman itu, pada bulan Mei 2008, sekelompok ulama dari Jawa Timur mendatangi DPR. Di sana mereka berdialog dengan Ketua Umum DPR, Agung Laksono, dan menyampaikan permohonan agar pemerintah tidak membubarkan Ahmadiyah. Mereka memang mengaku tidak menyetujui inti ajaran Ahmadiyah, tetapi tetap menganggap bahwa mereka merupakan bagian dari keluarga besar Islam. Mereka juga mempertimbangkan bahwa Ahmadiyah telah cukup berjasa dalam perannya mengembangkan Islam lewat pondok-pondok pesantren.
AKKBB adalah sekelompok orang yang mempunyai visi dan pemikiran pluralisme. Mereka menganggap bahwa kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak asasi individu yang tidak dapat dipaksakan atau dipengaruhi siapa pun, bahkan oleh negara sekalipun. Negara hanya berhak melindungi warganya menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya. Merasa simpati terhadap Ahmadiyah yang diserang sana-sini, AKKBB pun memberi dukungan moral kepada mereka untuk mempertahankan hak beragama dan berkeyakinan. Melihat ini, FPI terpancing marah karena menganggap AKKBB mencoba mencampuri urusan internal antar umat Islam.
Untuk kasus Ahmadiyah, saya bisa memahami ketidaktegasan pemerintah, meski tidak mengharapkan ketidaktegasan ini terus berlarut-larut. MUI sebagai penasihat utama pemerintah dalam bidang agama sudah mengharamkan Ahmadiyah, demikian pula salah satu anak pemerintah, Bakorpakem. Namun pemerintah masih tetap belum melarang Ahmadiyah secara resmi. Mengapa? Karena pemerintah tidak ingin dikecam dianggap menghalangi hak asasi warga negaranya untuk berkeyakinan, beragama, dan menjalankan ibadah, serta dianggap melakukan pelanggaran konstitusional UUD 1945, sebagaimana yang tercantum dalam UUD pasal 29 ayat 2.
FPI selama ini memang dikenal sebagai organisasi keagamaan garis keras yang sangat radikal dalam pandangan dan tindakan. Di satu sisi FPI berjuang keras menegakkan nilai-nilai Islam secara fundamental dalam seluruh aspek kehidupan. Tetapi di sisi lain, FPI hampir selalu menggunakan tindak kekerasan sebagai pembenaran dan pengerahan massa sebagai cara untuk menyelesaikan masalah. Karena itu anekdot yang beredar di masyarakat umum adalah FPI tidak jauh berbeda dengan preman-preman yang berjubah dan bersorban. Anggota-anggota FPI juga selalu terlihat pamer otot, gagah-gagahan, dan sembrono, misalnya: berombongan naik sepeda motor memacetkan jalan, menggeber-geber gas, tidak mengenakan helm, dan mungkin juga tidak membawa surat-surat izin kendaraan lengkap. Seragam resmi mereka hampir selalu merupakan busana Islami yang mencerminkan kesucian dan kesejukan hati. Sayangnya citra busana religius itu mendadak menguap tatkala digunakan sebagai atribut FPI. Anggota FPI juga sangat lazim mengenakan atribut-atribut ala ninja dan teroris Timur Tengah. Kalau citra busana yang dikenakan saja sudah menimbulkan interpretasi negatif, bagaimana bisa menunjukkan bahwa mereka mempunyai itikad dan integritas yang baik?
Sewaktu Anjasmara dan Izabel Yahya menjadi model 'telanjang' lewat manipulasi digital dalam instalasi seni kontemporer Pinkswingpark, mencitrakan Adam dan Hawa di Taman Eden, pada tahun 2005, FPI dengan tegas menganggap hal itu sebagai pornografi. Ketua Umum mereka, Habib Rizieq Shihab melaporkan kedua model tersebut berserta fotografer dan kurator kepada polisi dengan tuduhan perbuatan sengaja menyebarkan pornografi di muka umum. Habib Rizieq mengatakan pada media bahwa ia melaporkan hal ini karena ia menghormati hukum. Segala sesuatu harus diselesaikan secara hukum karena ini negara hukum, demikian kata Habib Rizieq. Memang demikian semestinya, karena di saat Anjasmara datang meminta maaf dan FPI sudah mencabut laporan pun, proses hukum tetap berjalan, meski kemudian tidak jelas kelanjutan kasusnya sampai sekarang.
Sayangnya, ucapan Habib Rizieq di atas bahwa mereka menghormati hukum seringkali berbeda dengan kelakuan anak buahnya di lapangan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa anggota-anggota FPI sering melakukan pengrusakan tempat-tempat hiburan malam dengan dalih menyingkirkan kemaksiatan. Padahal itu sama saja memadamkan api dengan api, memerangi dosa dengan dosa yang lain. Apakah anarkisme itu bukan dosa? Isu yang beredar selanjutnya adalah aksi sweeping FPI berakhir saat sejumlah uang jasa 'keamanan' ditawarkan. Bahkan saat insiden Monas ini terjadi, Habib Rizieq melupakan ucapannya bahwa ia menghormati hukum. Sebagai pemimpin yang baik, bila ada bawahan yang bertindak keliru, tentu ia akan menegurnya dan mungkin memberi hukuman atas tindakan indisipliner tersebut. Kenyataannya, alih-alih menegur, Habib Rizieq malah menolak menyerahkan anak buahnya kepada pihak kepolisian untuk diproses secara hukum. Beliau justru menyerukan perlawanan sampai titik darah penghabisan. Padahal apa pun alasannya, tindakan pemukulan, kekerasan, anarkisme, dan penganiayaan tentu sama sekali tidak bisa dibenarkan, baik secara hukum maupun agama. Saya sama sekali tidak bisa membayangkan seandainya ada agama yang mengajarkan bahwa memukul, menganiaya, menzalimi, atau membunuh sesama, akan dijanjikan pahala besar di surga.
Saya bersyukur ternyata respon mayoritas anak bangsa ini adalah mengecam tindakan main hakim sendiri tersebut. Ini menunjukkan bahwa masih banyak orang yang bisa berpikir secara rasional dan mengesampingkan emosional. Diberitakan, Gus Dur dan Nahdlatul Ulama (NU) terang-terangan meminta FPI dibubarkan. Pada sebuah kesempatan, Gus Dur dengan blak-blakan mengatakan FPI sebagai "Organisasi Bajingan" (Habib Rizieq balik menghujat Gus Dur orang yang buta mata dan buta hati). Garda Bangsa di bawah komando NU, menyatakan siap membubarkan paksa FPI bila pemerintah takut melakukannya. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga turut mengecam tindakan kekerasan atas nama agama. Kini tinggal menunggu ketegasan pemerintah saja dalam menyikapi FPI yang seakan tidak mau mengaca pada diri sendiri. Tidak ada seorang pun yang boleh mengklaim dirinya paling benar dan suci lalu menghakimi orang lain menurut interpretasinya sendiri. Contohnya, Amerika Serikat yang merasa sebagai 'Polisi Dunia' merasa berhak menyerang negara lain yang berdaulat (pre-emptive strike) dengan dalih membela diri sebelum diserang atau demi perdamaian dunia. Benarkah tindakan Amerika tersebut?
Ada kisah menarik di dalam Injil, diceritakan bahwa Yesus pernah dimintai pendapat oleh orang-orang Yahudi untuk merajam seorang wanita yang berzinah, dengan dalih mematuhi Hukum Taurat Nabi Musa. Mereka mencoba menyudutkan Yesus dengan pertanyaan licin ini. Bila Yesus menyetujui perbuatan itu, mereka akan mengecamnya sebagai kekejaman. Sebaliknya bila Yesus menolaknya, mereka akan menuduh Yesus melanggar Taurat. Kalaupun Yesus diam saja, mereka juga akan mengatai Yesus bodoh dan tidak tegas. Namun Yesus hanya diam, jongkok dan menulis di tanah. Kemudian Yesus berkata, "Siapa pun yang tidak pernah berdosa boleh pertama melempari wanita ini." Orang-orang itu diam saja lalu membubarkan diri dimulai dari yang tertua. Yesus menemui wanita itu dan berkata,"Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi." (Yohanes 8: 3-11)
Respon tekanan terhadap FPI terus meluas. Hanya dalam semalam pasca insiden, Sekretariat FPI Cirebon didatangi sekelompok massa NU. Mereka merusak dan merobohkan papan nama sekretariat tersebut. Massa NU Cirebon marah kepada FPI karena telah menganiaya anggota Dewan Syuro DPP PKB, KH Maman Imanulhaq Faqieh dari Majalengka. FPI Cirebon sempat terpancing ingin melawan balik, tetapi berhasil ditenangkan Kapolres Cirebon. Pada tanggal 3 Juni, Ketua FPI Jember, Habib Abubakar mengeluarkan surat pernyataan membubarkan FPI Jember, setelah didatangi dan berdialog dengan Banser dan Garda Bangsa. Pada kesempatan itu, Abubakar menyesalkan Insiden Monas dan menyatakan bahwa aksi massa FPI pusat itu tidak sepaham dengan FPI Jember. Ia juga mewakili FPI Jember meminta maaf kepada korban Insiden Monas, masyarakat, dan Gus Dur atas sikap FPI selama ini.
Siapa pun yang mencintai Indonesia tentu sangat menyadari bahwa negeri ini berdiri di atas keberagaman. Jauh sebelum merdeka pun, Sumpah Pemuda 1928 telah meletakkan batu pondasi kemajemukan itu. Berbagai suku, etnis, budaya, dan agama, turut bersatu menjadi identitas nasional Bangsa Indonesia. Semangat pluralisme jelas tertanam dalam semboyan legendaris, 'Bhineka Tunggal Ika' (Unity in Diversity). Apakah kita harus merusak keindahan keragaman potensi sesama anak bangsa tersebut? Lagipula Pancasila telah ditetapkan oleh para Founding Fathers sebagai ideologi tunggal dan diperjuangkan mati-matian oleh para pahlawan. Meskipun sempat sedikit dikultuskan di era Orba, bila kita tidak menghormati Pancasila, bahkan ingin menggantinya dengan ideologi lain, bukankah itu sama saja dengan mengkhianati para pahlawan dan kemerdekaan negara ini?
Harus diakui tujuan utama FPI sebenarnya untuk kebaikan kita bersama. Sayang seribu sayang, pola pikir, ucapan, dan perbuatan mereka selalu mengesankan amarah belaka. Munarman, Komandan Komando Laskar Islam, mengatakan, "[...] Itu artinya mereka menantang kami lebih dulu. Jika tidak siap perang, jangan menantang." (paragraf 2). Siapa yang menantang dan siapa yang menganggap perang? Bila kita memposisikan diri sebagai palu, kita akan melihat semuanya sebagai paku. Apakah Allah adalah Allah yang Pemarah dan Maha Penghukum? Tidak adakah sisi Allah yang Penyayang dan Pemaaf? Gembirakah Allah melihat darah ditumpahkan? Apakah Islam adalah agama yang mengobarkan kebencian dan kemurkaan? Bukankah Islam sejati adalah rahmatan lil alamin, memberikan rahmat pada seluruh alam semesta?
Setali tiga uang, diberitakan di Kompas.com edisi 3 Juni 2008, Munarman membantah bahwa dirinya mencekik seorang anggota AKKBB saat terjadi penyerbuan itu. Pencekikan itu terekam dalam foto dan sempat dimuat di beberapa media, salah satunya adalah Koran Tempo. Menurut pengakuannya, ia bukan mencekik anggota AKKBB, melainkan anggota Laskar Islam, yang bernama Hasbullah. Munarman mengaku mengingatkannya agar ia tidak bertindak anarkis, meskipun kenyataannya saat itu tindak anarkisme tetap berlangsung lancar. Bila pengakuan itu benar, tentu Munarman sudah bertindak benar mengingatkan anggotanya. Menindaklanjuti berita foto pencekikan itu, Munarman mengatakan siap menempuh jalur hukum."Saya akan tuntut Koran Tempo lewat kuasa hukum. Ini bukti kecerobohan. Saya akan laporkan Tempo dan AKKBB." (paragraf 2)
Namun serupa dengan Habib Rizieq pula, Munarman mengatakan hal yang kontradiktif selanjutnya. Munarman menuntut Koran Tempo segera merehabilitasi namanya. Goenawan Mohamad (pemilik Tempo) juga harus meminta maaf kepada dirinya. "Kalau Tempo dalam waktu 1 x 24 jam tidak meminta maaf, Goenawan Mohamad tidak sujud kepada saya, saya serbu. Saya sudah siapkan laskar-laskar saya," ujarnya menegaskan. (paragraf 4)
Ia sudah berkata akan menempuh jalur hukum tetapi masih saja membawa-bawa ancaman serbu dan laskar-laskaran, demikian pula tuntutannya agar Goenawan Mohamad harus bersujud pada dirinya. Sebagai seorang Muslim yang baik, Munarman tentunya mengerti bahwa seorang Muslim hanya wajib bersujud kepada Allah. Apalagi Goenawan Mohamad merupakan orang yang lebih tua daripada Munarman. Bila ia tega menyuruhnya bersujud di kakinya, berarti Munarman merupakan pribadi yang kurang ajar dan arogan.
Siapakah Munarman? Ternyata ia merupakan mantan Ketua Dewan Pengurus YLBHI dan mantan aktivis HAM di KONTRAS. Sekarang ia berganti haluan menjadi komando lapangan organisasi keagamaan garis keras yang satu visi dengan FPI, Laskar Islam. Mengingat reputasinya di masa lalu, tentunya Munarman sangat mengerti hukum dan makna HAM. Tetapi seperti masa lampau track record-nya juga, saat ini beliau terlihat seperti mantan orang yang pernah tahu hukum dan mantan orang yang pernah mengerti HAM.
Habib Rizieq sendiri ternyata melewatkan masa SD-SMP kelas 2 di Sekolah Kristen Bethel Petamburan! Pria saleh keturunan Arab ini juga sangat berpendidikan. Beliau merupakan sarjana Pendidikan Hukum Islam dari King of Saud University, Riyadh, Arab Saudi. Bahkan Habib Rizieq sempat menempuh pendidikan S-2 di Universitas Islam Internasional Antar Bangsa, Malaysia, meskipun tidak tamat. Namun masa kecilnya pernah berada di lingkungan minoritas dan latar belakangnya yang berpendidikan tinggi tetap menjadikan dirinya tokoh yang maha radikal.
Yang agak menggelitik lainnya, saat terjadi musibah Tsunami di Serambi Mekah, Aceh, tahun 2004 lalu, tidak terdengar sama sekali gerakan dari FPI. Sangat berbeda dengan antusiasme yang ditunjukkan saat mereka membuka pendaftaran sukarelawan jihad untuk berperang ke Afghanistan dan Irak. Barulah setelah dikritik, akhirnya FPI turut mengirim tim sukarelawan dalam jumlah besar untuk membantu para korban Tsunami Aceh.
Pasca Insiden Monas, rupanya pemerintah memerlukan 3 hari untuk benar-benar bertindak tegas kepada FPI. Setelah ultimatum Polri agar pelaku kekerasan massa FPI menyerahkan diri malam sebelumnya tidak digubris, pada tanggal 4 Juni sekitar jam 07.00, 1500 personel polisi mengepung markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Dilaporkan polisi menggeledah markas FPI dan menyita 2 buah celurit, puluhan tongkat bambu, dan spanduk-spanduk yang berisikan pembangkangan sipil. Sekitar 58 orang diangkut polisi dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan, termasuk Habib Rizieq, yang sempat berorasi sejenak bahwa ia ingin mendampingi anggota-anggota FPI yang ditahan, sembari meminta agar tidak ada yang menghalangi tugas polisi. Beliau juga menegaskan bahwa FPI harus berani berbuat dan berani bertanggungjawab, meskipun sikap ksatria ini sama sekali berbeda dengan sikap sebelumnya dan baru muncul saat ribuan polisi mendatangi markas FPI. Sikap Habib sendiri usai diperiksa di Polda Metro Jaya, mendadak berubah dengan mau mengakui pluralitas bangsa. Namun ia tetap keukeuh menuntut Ahmadiyah dibubarkan. Sementara itu, Munarman yang sebelumnya juga selalu terlihat gagah berani berkoar-koar, sama sekali tidak terlihat dalam aksi penangkapan itu. Statusnya kini dinyatakan sebagai buronan. Dengan logika yang paling gampang, orang yang lari dapat diasumsikan ia merasa dirinya bersalah.
Padahal saat mengadakan jumpa pers pada tanggal 2 Juni, Munarman dengan berapi-api berkata, "Kalau ada yang ganggu laskar saya, satu orang pun silakan berhadapan dengan saya, saya tidak takut. Saya sediakan diri saya untuk ditangkap, dengan catatan bubarkan dulu Ahmadiyah." (Kompas.com ed 2 Juni 2008/home/nasional-paragraf 5)
Setelah Insiden Monas, praktis pada awal Juni 2008, seluruh media memberitakan tentang aksi kebrutalan FPI di Monas tersebut. Aksi demonstrasi dan anarkisme yang sebelumnya terjadi dalam rangka menuntut pembatalan kenaikan BBM, mendadak menjadi tenggelam. Melihat fenomena ini, beberapa pihak mengatakan bahwa ini adalah usaha pemerintah untuk mengalihkan perhatian. Habib Rizieq sendiri menuduh AKKBB dan Ahmadiyah merekayasa insiden ini supaya FPI disudutkan. Apapun teori konspirasi yang berkembang, menurut saya, Insiden Monas ini adalah murni hasil dari keteledoran FPI mengendalikan anggotanya di lapangan untuk kesekian kalinya. Tetapi tentu saja saya juga tidak bisa menolak opini bahwa pemerintah tentu diam-diam merasa senang mendapat 'kado' pengalihan perhatian yang tidak diduga-duga di waktu yang tepat dari FPI.
Wacana pembubaran FPI rasanya sangat sulit direalisasikan. Indikasi awalnya adalah Depkumham sendiri mengatakan bahwa FPI tidak berbadan hukum sehingga tidak bisa dibubarkan secara legal. Suara-suara yang semula berpadu mengecam kekerasan FPI pun menjadi terbelah menyikapi wacana pembubaran ini. Ada yang sepenuhnya mendukung karena sudah muak dengan cara-cara premanisme FPI. Ada yang mendukung pembubaran FPI namun juga disertai dengan pembubaran Ahmadiyah, karena kedua elemen itu dinilai telah sama-sama menodai Islam. Ada pula yang mengutuk Insiden Monas, tetapi menolak pembubaran FPI karena memandang sebenarnya FPI justru menegakkan nilai-nilai Islam yang telah luntur, berbeda dengan Ahmadiyah yang dinilai melenceng dari ajaran Islam. Sejarah FPI sendiri tidak bisa dipisahkan dari keberadaan ormas Pam Swakarsa di era reformasi yang dibekingi para jendral untuk menghalau aksi mahasiswa yang saat itu terus memanas. Hubungan mutualisme ini masih terus berlanjut diam-diam meski kemudian FPI telah berubah total menjadi ormas keagamaan. Itulah salah satu alasannya mengapa mereka tetap gagah beraksi seakan tidak takut terhadap polisi atau hukum, karena kedekatan hubungan masa lalu dengan para jendral.
Melihat talkshow yang ditayangkan oleh SCTV, antara pengacara FPI (Ahmad Michdan), pengacara AKKBB (Winarti), dan Jubir presiden (Andy Malarangeng), terlihat isyarat bahwa FPI menyadari dirinya mutlak bersalah dalam kasus anarkisme tersebut, sehingga pada talkshow itu, Ahmad terkesan tidak membantah semua tuduhan pemukulan yang dilakukan FPI. Namun ia menolak keras adanya wacana pembubaran FPI. Ahmad hanya ingin anggota FPI yang terlibat dijerat pasal tindak kekerasan dan kasus dianggap selesai. Ia menganggap bahwa anarki ada di mana-mana, misalnya di sepak bola. Ahmad mengatakan kekerasan yang dilakukan oleh individual tidak berarti juga dilakukan secara organisasional. Ia lantas mencontohkan kasus kekerasan para suporter bonek, tidak serta-merta dapat menurunkan vonis untuk membubarkan Persebaya. Tetapi Winarti membantahnya dengan alasan aktivitas utama Persebaya adalah melakukan sepak bola, sementara suporter juga tidak melakukan anarkisme setiap saat. Berbeda dengan FPI yang dianggapnya berideologi kekerasan dan mempunyai sederet daftar kasus anarkisme anggotanya. Menurutnya, sebuah organisasi dapat dibubarkan bila terbukti menghasut, menyebarkan kekerasan, dan meresahkan publik. Sementara itu, Andy beropini bahwa Persebaya pun secara organisasi dapat dihukum otoritas tertinggi (PSSI) bila terbukti bersalah. Namun untuk urusan pembubaran FPI, ia terkesan ambil langkah aman dengan mengulang-ulang kata, "Kita akan mengkaji terlebih dahulu melalui proses hukum." Sebagai informasi, Ahmad Michdan tergabung dalam Tim Pembela Muslim (TPM), yang juga menjadi pengacara dari Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas (trio teroris Bom Bali I).
Pada perkembangan selanjutnya, Habib Rizieq yang sebelumnya sempat berorasi hanya ingin mendampingi anggota-anggotanya sekaligus memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur, malahan resmi ditetapkan sebagai tersangka. Tuntutan masyarakat akan wacana pembubaran FPI pun mendadak makin surut dari hari ke hari. Bahkan makin banyak sekelompok orang yang terang-terangan memberikan dukungan pada Habib Rizieq dan FPI di Polda Metro Jaya. Mereka seakan cepat melupakan daftar panjang sejarah kebrutalan FPI. Pada tanggal 09 Juni 2008, akhirnya pemerintah resmi mengeluarkan SKB 3 menteri yang memutuskan penghentian segala aktivitas Jamaah Ahmadiyah. Pasca keluarnya SKB, mendadak Munarman muncul dari persembunyiannya, seperti ingin menepati janjinya, bahwa ia hanya akan muncul setelah keluarnya SKB Ahmadiyah. Kepada media, istri dan kedua putra Munarman mengaku bangga terhadap beliau karena telah memperjuangkan akidah. Mereka boleh bangga akan perjuangannya dalam hal agama, tetapi masihkah mereka bangga melihat sosoknya sebagai pemimpin orang-orang yang melakukan pengeroyokan secara brutal di tempat umum tepat saat peringatan Hari Kelahiran Pancasila?
Keputusan SKB ini dianggap sebagian orang tidak tegas dan mengambang, karena tidak ada kata-kata 'pelarangan' atau 'pembubaran'. Tetapi saya menganggap ini merupakan keputusan terbaik yang bisa dihasilkan pemerintah. Di satu sisi negara tidak bisa melakukan intervensi terhadap masalah beragama dan berkeyakinan. Di sisi lain, negara juga wajib menjaga stabilitas keamanan sosial, sehingga saya rasa inilah jalan tengah yang terbaik paling tidak untuk saat ini. Perlu diketahui untuk urusan SKB Ahmadiyah ini, pemerintah Indonesia bahkan harus menyampaikan penjelasan kepada PBB bahwa keluarnya surat keputusan bersama ini bukan dimaksudkan untuk mencampuri keyakinan individu, tetapi lebih untuk kebaikan bersama dan menghindari hal-hal yang lebih tidak diinginkan terjadi di kemudian hari.
Kalau boleh saya memberikan saran kepada FPI bila ingin dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia, berubahlah segera secara permanen. Minta maaflah dengan tulus atas kesalahan yang terdahulu dan janganlah mengulanginya kembali. Lakukan perekrutan anggota dengan prosedur yang benar. Setelah itu kelola keanggotaan dengan baik sehingga terdata dan sulit disusupi oleh pihak luar (provokator). Berikan pemahaman dan pendidikan pada mereka supaya mampu mencerminkan rahmat dan mengayomi yang lemah. Buatlah sistem kerja yang produktif di dalam organisasi, sehingga FPI turut mengurangi jumlah pengangguran. Tidak ada orang-orang (terutama yang masih muda) yang punya waktu luang untuk berdemo sepanjang hari di jalanan, kecuali kaum pengangguran. Hilangkan seluruh mental anarkis di dalam tubuh FPI, niscaya orang-orang akan menghormati dan menghargai FPI. Bila perlu, ubah singkatan FPI menjadi Front Pembela Indonesia, yang siap membela harkat dan martabat bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan positif tanpa menghilangkan identitas dan nilai-nilai Islami. Mari jadikan peringatan 1 abad Kebangkitan Nasional (1908-2008) sebagai momen untuk bersama-sama bangkit membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sekarang pilihan untuk tetap menjadi 'Laskar Guntur' atau berubah menjadi 'Laskar Pelangi', sepenuhnya ada di tangan FPI. Menjadi Laskar Guntur yang menakutkan, meneror, dan merusak, atau menjadi Laskar Pelangi yang indah, menyejukkan, dan mententramkan. Setelah guntur menggelegar dalam hujan yang kelam, semestinya pelangi akan muncul seiring dengan sinar mentari yang memberi kehangatan pada dunia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar